Spa Dikategorikan Jenis Pajak Kesenian dan Hiburan, Bali Spa Bersatu Bereaksi
Sudah menjadi kebiasaan, wisatawan yang telah melakukan kegiatan wisata kemudian mencari kebugaran. Karena, wisata kebugaran itu berfokus pada pengembangan kesehatan fisik, mental, dan spiritual, menjadikannya pendekatan perjalanan yang unik dan holistik.
Sedangkan fasilitas kebugaran itu terdiri dari berbagai macam jenis kegiatan di dalamnya, seperti spa, sauna, perawatan wajah, perawatan rambut, perawatan tangan dan kaki (manicure and pedicure), fitness, yoga, dan aerobik.
Spa sebagai salah satu jenis kegiatan untuk mendapatkan kebugaran di Pulau Dewata, bahkan sempat meraih The Best Spa Tourism Destination The Word 2009. Itu, karena Spa diminati wisatawan, sehingga usaha Spa sangat menarik seiring berkembangnyaa pariwisata di Pulau Dewata.
Sayangnya, kini pelaku usaha Spa di Bali, bahkan di Indoensia lagi tidak baik-baik saja. Mereka tengah bereaksi atas Spa yang dimasukan ke jasa hiburan, sehingga digolongkan sebagai pajak hiburan dengan kenaikan 40 persen dan maksimal 75 persen, dari sebelumnya hanya 15 persen.
Ketentuan itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Lahirnya UU Nomor 1 Tahun 2022 itu telah mengguncang perasaan keadilan para pelaku bisnis usaha Spa di Bali.
Karena itu, pengusaha Spa (Sante Par Aqua), Pelaku Spa, Asosiasi Pengusaha Spa, Bali Spa & Wellness Association, Ubud Spa & Wellness dan masyarakat terkait usaha bisnis Spa di seluruh kabupaten dan kota di Bali yang tergabung dalam gerakan “Bali Spa Bersatu” bereaksi.
Mereka menolak pengelompokan usaha Spa yang masuk dalam jenis usaha hiburan, karena dianggap tidak pas. Jika itu dipaksakan, akan dapat mengancam keberlangasungan usaha Spa di Pulau Dewata. Salah satu dari produk dari pariwisata Bali yang diminati, terancam hilang.
Karena itu Bali Spa Bersatu juga menandatangani petisi yang disuarakan guna mengambalikan deifinisi kegiatan di bidang usaha spa untuk kesehatan dan kebubugaran, bukan dibidang jasa hiburan. Padahal, kegiatan usaha Spa merupakan bidang kesehatan dan perawatan.
“Kami rasa penetapkan Spa sebagai usaha jasa hiburan kurang pas,” kata Ketua Inisiator Bali SPA Bersatu, I Gusti Ketut Jayeng Saputra dalam acara penandatangani petisi di THE 1O1 Bali Fontana Seminyak, Jumat 12 Januari 2024.
Spa itu berasal dari bahasa latin Solus Par Aqua yang berarti meningkatkan kesehatan melalui air. Spa lebih menekankan untuk mendapatkan keseimbangan tubuh, pikiran dan jiwa. Spa menjadi andil terkenalnya Bali sebagai destinasi dunia, karena produknya memiliki kekhasan.
Spa di Bali masih kuat dengan budaya setempat. Demikian pula para terapis yang memiliki dasar budaya, sehingga menjadi pilihan para pengusaha Spa di Bali maupun di luar negeri. Usaha ini pun memberkan manfaat ekonomis yang begitu vesar.
“Spa itu adalah sebuah kesehatan atau kebugaran, bukan menjadi hiburan. Nenek moyang kita, sejak dulu menggunakan air sebagai pengobatan hingga saat ini. Tiba-tiba sebuah produk kesehatan dan kebudaran itu dikatagerikan sebagai sebuah jasa hiburan,” ucapnya keheranan.
Kenaikan pajak Spa yang dimasukan ke dalam usaha hiburan itu sangat tidak masuk akal. Para pengusaha pariwisata, termasuk usaha Spa baru saja keluar dari pandemi, tiba-tiba dikejutkan lagi dengan pemegang kebijakan yang seakan tak berpihak pada pangusaha Spa.
Di Bali, air itu sangat relegius, karena apapun yang dilakukan seorang terapis asli Bali ketika memulai akan didahukui dengan doa. Maka itu, Spa yang menjadi kategori hiburan itu perlu diluruskan. “Sejak dulu, Spa itu memiliki kajian dan Wellness, bahkan pada 2019 dianugrahi award karena manfaat dan keunikannya,” ungkap Jayeng Saputra.
Perwakilan pengtusaha Spa di Kabupaten Badung, Debra Maria Rumpesat mengaku sudah selama 31 tahun bergelut di dunia Spa. Hal itu diteruskannya hingga saat ini, karena memiliki dasar sebagai seorang physiotherapy.
Menurutnya, tiga hal yang terpenting dari Spa itu adalah masas, hydrotherapy, dan alam therapy. Para terapis Spa memiliki kompetensi, sehingga memiliki kemampuan yang profesional. Terapis asal Bali paling banyak dicari oleh para pengusaha Spa di luar negeri.
“Itu karena para para terapis asal Bali memiliki kekuatan budaya. Mereka sangat dekat dengan kegiatan budaya, seperti membuat canang. Maka, tak heran tanganya yang selalu bergerak membuat canang (sarana upacara), sehingga geraknya memberi kebugaran tubuh,” katanya.
Jika, sekarang pajak Spa itu dinaikan, maka para pengusaha Spa bisa gulung tikar, dan para terapis terancam tak memiliki pekerjaan. “Dimana keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha Spa, dan nasib para terapis,” ungkap General Manager of Taman Air itu.
“Kita baru saja menghadapi pandemi Covid-19 yang membuat stres. Mestinya sekarang ini mulai bangkit, namun tiba-tiba ada kebijakan yang memasukan spa ke dalam pajak hiburan, sehingga pajaknya juga tak terlampuai,” tambahnya.
Mungkin juga dialami pengusaha pariwisata lainnya, pengusaha Spa selama 2,5 tahun mengalami stres, tidak berpenghasilan, tetapi membayar listrik tidak biloh absen. Jangan salah, Spa juga menjadi daya tarik, sehingga orang datang ke Bali dan Indonesia.
Spa juga telah menjadi konsumsi wisatawan local. Sebelum pandemi Covid-19 hanya 1 persen masyarakat lokal ke Spa. Tetapi, setelah pandemi sudah mencapai 80 persen. Ini karena masyarakat sudah mengetahui Spa itu memberikan kesehatan dan kebugaran.
Sedangkan Pelaku Spa Ubud Wellness, I Ketut Sudata intinya menolak keras pajak Spa yang dimasukan ke dalam pajak hiburan. Untuk itu, Bali Spa Bersatu melalui Tim Kuasa Hukumnya juga telah melakukan upaya hukum berupa Judicial Review terkait akan hal tersebut.
Melalui Tim Kuasa Hukumnya, Bali Spa Bersatu mengajukan permohonan di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berupa Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dengan Tanda Terima No.10-1/PUU/PAN.MK/AP3. [B/puspa]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali