Mencari Solusi Olahraga Tradisional dan Permainan Rakyat yang Teramcam Ditinggalkan Anak-anak
Diskusi Terpumpun atau Focus Group Discussion (FGD) dengan topik “Olah Raga Tradisional dan Permainan Rakyat” yang berlangsung, Kamis 14 November ini, mungkin yang paling menarik diantara FGD yang digelar Dinas kebudayaan Provinsi Bali itu.
Semua narasumber, peserta termasuk MC menggunakan bahasa Bali dalam berbicara menyampiakan makalah, saat bertanya dan menyampaikan usul. Maklum, FGD itu bertepatan dengan hari Kamis yang menggunakan bahasa Bali sesuai Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018.
Itulah suasana FGD dalam pelaksanaan hari keempat di Ruang Sarasehan, UPTD. Taman Budaya Provinsi Bali. Kali ini menghadirkan narasumber Kadek Wahyudita, S.Sn., M.Sn dan I Gusti Ngurah Agung Cahya Prananta, S.Pd., M.Fis. serta dr. Ida Bagus Wiryanatha, M.Si sebagai moderator.
Suasana diskusi yang dibuka oleh Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Prof Dr I Gede Arya Sugiartha itu menjadi lebih menarik, ketika para peserta yang kebanyakan guru olahraga tradisional dan praktisi permainan rakyat itu kreatif bertanya atau menyampaikan masukan. Ada yang telah menyiapkan pertanyaan dari rumah, sehingga diskusi lebih menarik dan hidup.
Diskusi menjelang pelaksanaan Kongres Kebudayaan Bali, pada 6 Desember 2024 itu dilaksanakan sebanyak 6 kali dengan tematik yang berbeda-beda, mulai dari Cagar Budaya, Ritus dan Tradisi Lisan, Pengetahuan Tradisional dan Teknologi Tradisional.
Olahraga Tradisional dan Permainan Rakyat dilaklsanakan hari ini, dan besok Seni dan Adat Istiadat serta diakhiri dengan Manuskrip dan Bahasa. Semua tema itu terkait dengan 10 objek pemajuan kebudayaan termasuk cagar budaya.
Agung Cahya Prananta mengawali acara FGD dengan memaparkan kebudayaan nasional itu bersunber dari kebudayaan daerah-daerah di nusantara. Maka penting melakukan pembinaan dan pemeliharaan budaya daerah untuk menjadi kebudayaan bangsa.
“Sekarang ini, olahraga tradisional tergerus dengan teknologi. Di sekolah-sekolah jarang menemukan olahraga tradisional. Beda dengan dulu, olahraga dilakukan sehari hari, baik dilakukan di rurung, bale banjar, sawah atau tanah lapang,” ucapnya.
Anak-anak sekarang lebih suka bermain HP dan gadget yang lebih mudah dan tak perlu kemana-mana lagi. “Maka itu, perlu lebih gencar melakukan sosialisasi, di daerah-daerah, mulai dari tingkat desa, kecamatan kabupatena dan kota, hingga di daerah.
Menurutnya, sosialisasi saat ini belum maksimal dan belum ada aturan baku untuk mengatur sosialisasi itu. Hal ini masalahnya, sehingga dalam FGD ini mencari solusinya. “Solusinya dengan mengelar banyak kegiatan di sekolah, desa, kecamatan hingga di daerah sebutnya.
“Saya berharap permainan rakyat bisa dikembangkan di daerah pariwisata, karena Bali sangat terkenal dengan destinasinya. Seringnya permainan ini dilakukan, maka akan lestari hingga dilakukan oleh anak-anak di masa datang,” harapnya.
Sementara, Kadek Wahyudita menyampaikan, Permainan Rakyat (plalianan), adalah permainan yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan tradisi masyarakat agraris. Secara umum, permainan rakyat memiliki karakter sederhana, menggunakan alat-alat yang gampang didapat dari alam sekitar, serta dimainkan secara kolektif.
Dalam catatan I Made Taro, ada sebanyak 250 jenis permainan rakyat di Bali ini yang mesti dihaga dan dilestarikan. “Sayangnya, dari jumlah itu masih banyak yang belum dideskripsikan, sehingga ke depan sangat penting untuk diadakan penelitian lebih lanjut,” tambahnya.
Hal itu dilakukan, guna mendapatkan data konprehensif terkait dengan permainan rakyat yang dimiliki oleh daerah Bali. “Permainan Rakyat dimasukkan ke dalam objek pemajuan kebudayaan dan dilindungi oleh Undang-undang nomer 5 tahun 2017,” ujarnya.
“Karena pentingnya peran permainan rakyat bagi kehidupan budaya dan masyarakat Bali, maka perlindungan, pembinaan, pengembangan, dan pemanfaatan permainan rakyat harus dilakukan,” ungkapnya.
Permainan Rakyat Bali kembali digeliatkan oleh seluruh eleman, baik pemerintah, pendidikan, komunitas, dan masyarakat. Hal ini sebagai langkah kesadaran bahwa permainan rakyat memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Bali.
“Upaya ini, dalam rangka melestarikan permainan rakyat di tengah kondisi permainan rakyat sudah mulai dilupakan dan ditinggalkan akibat perubahan dan perkembangan zaman,” sebut seniman yang juga Kelian Penggak Men Mersi ini.
Dalu, permainan rakyat sering dilakukan di ruang-ruang public yang ada di desa. Namun, perubahan zaman membuat ruang-ruang tersebut menjadi hilang. “Untuk mengaktifasi permainan tersebut dilakukan upaya by setting di lingkungan sekolah, lapangan, atau di panggung festival,” jelasnya.
Selain mengalami perubahan ruang, permainan rakyat saat ini juga banyak kehilangan peminatnya. “Permainan rakyat dianggap sebagai warisan budaya zaman old yang tidak menarik untuk generasi zaman now. Generasi saat ini sebagian besar memilih menggunakan gadget untuk bermain,” bebernya.
Wahyudita mengatakan, faktor yang mempengaruhi eksistensi permainan rakyat, seperti perubahan sosial dan stigma sosial, perkembangan IPTEK, perubahan sistem pendidikan, minimnya pendidikan kesadaran tentang pentingnya permainan rakyat, minim referensi dan dokumentasi, minim guru atau mentor permainan rakyat, serta kurang publikasi, ruang, fasilitas, dan dukungan dari berbagai pihak juga kurangnya inovasi.
Wahyudita juga memaparkan ada dua payung hukum yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk melindungi keberadaan permainan rakyat di daerah Bali. Undang-undang nomer 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan, serta Peraturan Daerah nomer 4 tahun 2020 tentang penguatan dan pemajuan kebudayaan Bali.
Namun, payung hukum ini penting diterjemahkan menjadi program nyata dengan melibatan seluruh pihak, baik pemerintah, pendidikan, swasta, komunitas, dan masyarakat umum penting dilakukan untuk melahirkan program-program perlindungan terhadap permainan rakyat Bali.
Program yang dapat dilakukan seperti penelitian, inventarisasi dan dokumentasi, sosialisasi dan publikasi, jadikan program kebijakan pemerintah, mengintegrasikan permainan rakyat ke dalam kurikulum pendidikan, mendorong geliat komunitas, program pembinaan dan pengembangan serta pemanfaatan yang berkesimambungan.
Selain itu, juga memberikan penghargaan bagi sosok atau komunitas, lembaga, yang memiliki perhatian terhadap permainan rakyat serta mendaftarkan HAKI. Selain itu perlu ada pengembangan, seperti digitalisasi pengetahuan permainan rakyat, mengenalkan permainan rakyat melalui game digital dan mengadakan Inovasi dan modifikasi permainan rakyat.
Penting juga memperbanyak event kreatif berbasis permainan rakyat, mengintegrasikan permainan rakyat di dalam festival, mengadakan lomba, mengkolaborasikan permainan rakyat menjadi seni pertunjukan dan mengembangkan permainan rakyat menjadi produk kreatif, seperti majalah, buku bergambar, video kreatif, film, music, teater, merchandise, dan lain-lain. [B/*/darma]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali