‘Mother & Child’: Karya Patung Ketut Putrayasa Berdiri Megah di Mandai Wildlife Singapura

Karya patung Ketut Putrayasa ‘Mother & Child’ berdiri megah di Mandai Wildlife Singapura/Foto: ist
Tidak hanya seni tari dan gamelan Bali yang menyebar di berbagai negara di duani. Kini, karya patung seniman Bali pun melenggang di luar negeri. Sebut saja, patung karya I Ketut Putrayasa, seniman asal Tibu Beneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali terpajang megah di Singapura.
Sebuah karya yang berupaya mengabadikan pesan konservasi dalam seni itu, dilahirkan oleh seniman yang selalu berpenampilan nyentrik itu. Patung “Mother & Child karya Putrayasa menghiasi salah satu kawasan di Mandai Wildlife Singapura.
Patung ini menggambarkan Trenggiling Sunda yang meringkuk dengan anaknya, sebuah metafora tentang perlindungan dan kehangatan keibuan. Gaya dan bentuknya memang unik, berdiri megah dengan diameter 5 meter dan tinggi 3 meter.
“Patung “Mother & Child” bukan sekadar representasi artistik, melainkan sebuah bentuk edukasi dan pengingat akan pentingnya perlindungan Trenggiling Sunda,” kata Tatang B.Sp, seorang pelukis dan pengamat seni yang tinggal di Denpasar, Jumat 14 Pebruari 2025.
“Mother & Child” sebagai karya patung yang hadir di ruang publik memiliki raison d’etre atau alasan kehadiran yang jelas. “Patung ini membawa pesan konservasi yang kuat, mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap satwa yang semakin langka ini,” ujarnya.
Trenggiling Sunda (Manis javanica) adalah mamalia unik yang tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Keberadaannya kini terancam akibat deforestasi dan perdagangan ilegal, sehingga masuk dalam daftar spesies dilindungi oleh IUCN sejak 2016.
Tatang B.Sp mengatakan, seni memiliki peran besar dalam membentuk kesadaran kolektif. “Melalui patung ini, publik tidak hanya menikmati estetika, tetapi juga diajak untuk memahami peran ekologis trenggiling dalam menjaga keseimbangan hutan tropis,” tambahnya.
Patung itu dibuat dari bahan kuningan dengan kerangka stainless, patung ini menghadirkan perpaduan antara kekokohan dan kelenturan. Sisik-sisiknya yang bertumpang-tindih menciptakan ilusi gerak, sementara warna kuningan menambahkan nuansa hangat.
“Karya ini bukan sekadar objek visual, tetapi juga menyimpan filosofi mendalam. Keindahan bentuknya selaras dengan pesan yang ingin disampaikan: menjaga keseimbangan alam adalah tanggung jawab kita bersama,” ujar Tatang serius.
Penempatan patung “Mother & Child” di Mandai Wildlife Singapura sangat tepat. Lokasi penempatan patung ini sebagai kawasan konservasi yang menjadi landmark global, Mandai Wildlife memiliki visi untuk meningkatkan kesadaran terhadap keberagaman hayati dan pelestarian satwa liar.
Pemerintah Singapura bahkan menargetkan kawasan ini sebagai destinasi wisata konservasi terbesar di Asia. Dalam perspektif Tatang B.Sp, seni publik memiliki potensi besar dalam menyuarakan isu-isu sosial dan lingkungan.
“Patung ini adalah ingatan yang diawetkan. Ia tidak hanya merepresentasikan trenggiling secara fisik, tetapi juga melestarikan nilai-nilai perlindungan dan kepedulian yang harus diwariskan kepada generasi mendatang,” tegasnya.
Kehadiran “Mother & Child” itu, membuktikan seni kembali berperan sebagai media refleksi dan edukasi. “Patung ini tidak hanya memperkaya estetika ruang publik, tetapi juga menjadi monumen bagi perjuangan konservasi, mengingatkan dunia bahwa setiap spesies memiliki hak untuk tetap lestari di bumi ini,” pyngkas Tatang. [BB/darma]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali