Ngakan Made Kasub Sidan: Guru, Sastrawan dan Penulis asal Klungkung Dianugrahi Bali Jani Nugraha

 Ngakan Made Kasub Sidan: Guru, Sastrawan dan Penulis asal Klungkung Dianugrahi Bali Jani Nugraha

Ngakan Made Kasub Sidan/Foto: ist

NGAKAN Made Kasub Sidan, S.Pd., M.Pd., sastrawan sepuh asal Klungkung menerima penghargaan Bali Jani Nugraha serangkaian Festival Seni Bali Jani 2025. Penghargaan diserahkan Gubernur Bali I Wayan Koster pada malam penutupan festival itu di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali, Senin, 28 Juli 2025

Ngakan Made Kasub Sidan merupakan sosok bersahaja yang telah mengabdikan lebih dari separuh hidupnya pada dunia pendidikan dan sastra. Namanya tidak hanya harum di Bali, tetapi juga menggema di panggung sastra nasional dan bahkan internasional, sebagai penyair, cerpenis, dramaturg, dan penggerak sastra Bali modern.

Pria kelahiran, 31 Desember 1959 memiliki perjalanan menulis sejak lama, dimulai dari Nusa Penida. Tugas pertamanya sebagai guru di pulau yang kala itu minim infrastruktur, justru menjadi pemantik kreativitas. Tidak ada hiburan, tidak ada jalan. Hanya tulisan. Puisi pertamanya dimuat di Bali Post pada 3 Januari 1986, menjadi titik tolak dari produktivitas sastrawi yang tak pernah surut hingga kini.

Baca Juga:  Seniman Inspiratif Ni Way Berbagi Kisah Perjalanan dan Art Therapy di Sudakara Artspace

Suami Ni Komang Suriati, S.Pd ini mengaku menulis sebagai cara mengolah batin, mencatat perubahan sosial, dan menyuarakan keprihatinan. Dari surat cinta remaja hingga puisi mistik “Leak Siwa Klakah”, dari cerpen keseharian hingga naskah drama gong — tulisannya menjelma menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas.

Ngakan Made Kasub Sidan berprofesi sebagai guru sejak 1982. Ia menapaki karier sebagai kepala sekolah termuda di Klungkung pada 1998, lalu menjadi pengawas sekolah hingga pensiun pada 2019. Namun, masa pensiun tak membuatnya berhenti berkarya. Sebaliknya, masa tuanya menjadi ladang subur lahirnya antologi, naskah drama, hingga buku pendidikan.

Ngakan Made Kasub Sidan sempat sebagai juara 3 nasional guru berprestasi, peraih Widya Kusuma dari Gubernur Bali, serta pembina berbagai lomba menulis dan teater guru serta siswa. Ia juga aktif di kepramukaan selama lebih dari 30 tahun, dengan penghargaan Panca Warsa VII.

Baca Juga:  I Ketut Muka Pendet Lakoni Dunia Seni Patung Sejak kecil

Ayah dari tiga anak itu telah menelurkan lebih dari 90 karya dalam antologi nasional dan 4 karya puisi di level internasional — Spanyol, Chile, dan antologi Mother Tongue in Poetry. Karyanya menyatu dalam antologi “114 Penyair Seribu Tahun Lagi”, dan puisinya “Di Pantai Sanur Kulukis Siluet Fajar” menembus Eropa.

Tujuh antologi tunggal ber-ISBN lahir dari tangannya, baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Bali. Di antaranya: Leak Siwa Klakah (puisi mistik), Pelarian Terakhir dan Menabur Beribu Diam, Nguber Lawat Ring Kalangan Wayah (puisi Bali), Lan Kobaran Apine dan Daha Ayu ring Tengah Tepet (cerpen Bali), Mentari Belum Tumbang (cerpen sosial).

Sementara di dalam drama, ia dikenal menyutradarai pentas inovatif seperti Santi Rahayu, serta menulis dan menampilkan gerak puisi “Ibu, Mata Air yang Tak Pernah Kering”.

Baca Juga:  Laporan Pentas “The Seen and Unseen” dari Australia [4] – Pentas Terakhir Sebelum Pulang

Menulis dari kegelisahan

Kegelisahannya melihat minimnya penggunaan Bahasa Bali di kalangan muda mendorongnya menulis buku Sekar Rampe Basa Bali, Panyangkep Muatan Lokal Basa Bali, diteribitkan 2008 oleh Pelawa Sari, sebagai bekal siswa memahami kruna, lengkara, dan nilai sastra lokal. Ia juga aktif mengedit karya guru-guru dan siswa, termasuk di SMK Widya Mandala Badung, serta membina para guru TK hingga SMA dalam lomba-lomba sastra.

Kasub Sidan percaya bahwa menulis bukan sekadar menorehkan kata, tapi mengukir warisan. “Penghargaan itu bukan akhir, tapi tanggung jawab,” ujarnya. Maka ia tak berhenti mengajak, mendorong, dan membimbing.

Meski anak-anaknya kini sibuk di bidang masing-masing, warisan pemikiran dan karya Kasub Sidan tetap mengakar. Dua puisinya bahkan digunakan dalam pentas kolosal Duta Kabupaten Badung di PKB 2024, dan cerpennya digunakan dalam skripsi mahasiswa.

Baca Juga:  Air Terjun Buatan Karya Ketut Putrayasa, Mempesona di New Kuta Golf Pecatu

Sementara banyak sastrawan menepi di masa senja, Kasub Sidan tetap menulis tiap minggu, menerima undangan pembacaan puisi dari berbagai kota, dan tak henti menyusun naskah. Ia bukan hanya penulis, tapi penggerak budaya literasi.

Ngakan Made Kasub Sidan bukan sekadar sastrawan. Ia adalah arsitek batin Klungkung — memahat zaman lewat kata, memelihara tradisi lewat aksara, dan merawat masa depan lewat pendidikan. Dalam hidup yang penuh dedikasi, ia membuktikan bahwa usia hanyalah angka; selama pena masih menari, mentari takkan tumbang.

Menulis bukan untuk dikenal, tapi untuk dikenang. Karena dalam setiap bait, tersimpan kisah yang akan hidup lebih lama dari tubuh.

Baca Juga:  Berpulangnya I Made Subandi, Ada Banyak Kenangan Dihati Pecinta Seni

Kasub Sidan, menjadi pemrakarsa penerbit antologi pupulan Puisi Bali : Pupute Tan Sida Puput, Punia Bakti ring Janga Klungkung, diterbitkan oleh Majalah Sarad dan Balai Bahasa Denpasar tahun 2001. Melibatkan 26 penyair se Bali, antara lain , Made Sangra, I Gede Dhana, Nyoman Manda, I Ketut Rida, Djelantik Santha dan nama-nama penulis Bali lainya.

Ia juga ikut selaku redaktur pelaksana Majalah Bali Digital Suara Saking Bali hingga saat ini. Pegalaman lainya, tahun 2000-2006 Kasub Sidan juga menjadi Redaktur Majalah Canang Sari bersama (alm) Made Sanggra, Nyoman Manda dan Gusti Putu Anom.

Karyanya di tingkat nasional, dintaranya Sepotong kenangan di Nusa Penida, antologi Cerpen Karya Guru diterbitkan oleh Pustaka Ekspresi tahun 2018. Kemudian karya berjudul Klungkung Tanah Leluhur dalam puisi, di Altar Catus Patta, diterbitkan oleh Kosa Kata Kita Jakarta tahun 2022. Sekuntum Puisi untuk Petani ( penulis se Indonesia) diterbitkan Kembang Rampai Bali dan Pustaka Ekspresi tahun 2023.

Baca Juga:  Kadek Sonia Piscayanti Sastrawan Perempuan dari Bali Utara

Kasub Sidan juga memiliki kreativitas kekaryaan bidang seni modern, kontemporer dan seni inovasi lainya, diantaranya menyutradari dan memainkan drama gong inovatif pendek “ Santi Rahayu”, untuk tingkat lokal, sedangkan tingkat nasional menyusun dan memainkan naskah gerak puisi “ Ibu, Mata Air yang Tak Pernah Kering “.

“Jadi awal menulis sewaktu tugas di Nusa Penida, disana tidak ada jalan sama sekali waktu itu, selain kegiatan satu -satunya olah raga adalah menulis. Selanjutnya mengikuti berbagai kompetesi, promosi dan seterusnya menulis saja, pada tahun 1985, kebetulan di Nusa Penida sedang getolnya membuat drama, kemudian dari dulu saya sering main drama,” tuturnya.

Ia menulis puisi, senantiasa memahami kondisi yang ada di lingkungan sekitar, apa yang sedang terjadi, apalagi yang mengetuk hati, ia tuangkan dalam untaian kata-kata. Karya berjudul Sebongkah Hati Terdampar di Nusa Penida, benar-benar mneyiratkan ternyata seperti ini kondisi di Nusa Penida, dalam bahasa cerpen harus ada klimaknya.

Baca Juga:  Laporan Pentas “The Seen and Unseen” dari Australia [1] – Hari Pertama, Jalan-jalan di Taman

Dengan perkembangan media yang lebih luas dibanding zaman dahulu. Kasub Sidan juga tidak menutup diri, usia boleh tua tapi jiwa tetap membara. Melalui akun medsos, ia aktif menulis dan mengamati situasi sastra serta situasi kekinian. “ Dari medsos bisa menyapa teman-teman yang aktif menekuni dunia sastra, dan menjadi jalinan komunikasi hampir tiap saat,” ungkapnya.

Karena aktif dan banyak minat para penggiat muda untuk menulis, akhirnya ia menggerakan teman-teman menjadi editor antogoli. Terakhir Kasub Sidan menjadi editor SMK Widya Mandala Badung untuk puisi-puisi. Untuk prestasi juara 1 menulis sekar mancapat dilaksanakan oleh Parama Sastra Bali, Juara 2 menulis Puisi Bali, Juara 2 menulis dongeng.

Di tingkat nasioanal ia pernah menjadi juara 1, juara favorit setelah menjadi pengawas. Tahun 1998 diangkat menjadi kepala sekolah termuda, Kasub Sidan masuk menjadi guru berprestasi, ia meraih Juara I tingkat kabupaten, selanjutnya meraih Juara I Gugus Pramuka, juara kinerja sekolah dasar, juara satu kepala sekolah tingkat provinsi Bali dan mewakili Bali di tingkat nasional ia berhasil meraih peringkat 3.

Baca Juga:  Laporan Pentas “The Seen and Unseen” dari Australia [2] – Kami Merayakan Galungan di Negara Lain

Kasub Sidan pernah dianugerahi penghargaan Widya Kusuma, sebagai tokoh pendidikan Bali. Jelang pensiun, 2016 ia dimita ikut lomba pengawas di Tingkat Provinsi Bali ia sukses mendapat Juara 2. “Disamping kami aktif di pramuka, mendapat panca warsa 7 lebih 30 tahun di pramuka, ada karya bakti sewaktu Copid,” tambahnya.

Perjalanan prestasi yang cukup mentereng, Kasub Sidan mengakui karena didukung dengan kesenangan menulis dan membuat karya-karya sastra. “Sekaligi lagi prestasi kami raih sangat besar nilainya karena didukung dengan kebiasaaan saya menulis dan melahirkan karya-karya sastra,” akui Kasub. [B/*/sana]

Related post