Bermaian Lepas, Gong Kebyar Anak-anak Duta Kabupaten Badung Sampaikan Pesan Menjaga Alam
Sanggar Sudha Wirad menampilkan dolanan Kidal Kidul/Foto: tim kreatif PKB
ANAK-ANAK ini begitu cekatan dalam memainkan gamelan gong kebyar. Tangannya ringan mengangkat panggul, lalu memukul dengan gaya yang unggul. Mengedepankan rasa, serta bermain dengan teknik tinggi, maka tak heran penampilan mereka dihujani tepuk tangan.
Itulah penampilan Sanggar Seni Sudha Wirad, Banjar Pipitan, Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara sebagai duta Kabupayen Badung dalam Utsawa (Parade) Gong Kebyar Anak-anak serangkan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47, Seni 23 Juni 2025.
Sanggar Seni Sudha Wirad didukung sebanyak 38 penabuh, 9 penari, dan 28 orang pemain dolanan itu mampu menggemparkan Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali. Mereka menguasai panggung, sehingga hingga parade itu berakhir, penonton masih setia.
Anak-anak Badung itu bermain lepas di atas panggung saat menyuguhkan pesan melalui sajian seni tari dan gamelan. Semua garapan yang disajikan menawarkan pesan, yakni bagaimana menyikapi hidup di antara masa dulu dan kekinian.
Pada parade Gong Kebyar Anak-anak itu, Sanggar Seni Sudha Wirad Canggu pentas bersama dengan Sanggar Seni Kembang Bali, Banjar Tunjuk Kelod, Desa Tunjuk, sebagai duta Kabupaten Tabanan. Duta Kabupaten Badung tampil beda sejak awal.
Lihat saja aksi mereka ketika opening. Penabuh Sanggar Seni Sudha Wirad mengawali dengan sedikit atraksi mengejutkan di atas panggung. Sebelum memainkan gamelan, mereka melakukan atraksi melepaskan burung sebagai bentuk menjaga dan melestarikan alam.
“Malam ini, di samping untuk peningkatan kreativitas anak-anak dan pelestarian budaya, kami juga menjaga harmonisasi alam. Kami melepas burung perkutut sekitar 50 ekor yang telah kami lestarikan,” ujar Sekretaris Sanggar Sudha Wirad, I Putu Wahyudi Cahaya Putra.
Saat pementasan berlangsung, Sanggar Seni Sudha Wirad membuka penampilan dengan sajian tabuh kreasi “Tala Bhanga” dengan penata tabuh I Nyoman Wiradarma Yoga, SSn dan pembina tabuh Nyoman Astadi Jaya Pramana, S.Sn.
Tabuh kreasi ini menggambarkan ‘ritme yang pecah’ sebagai refleksi musikal tentang harmoni yang lebih jujur, bahwa bukan lahir dari yang seragam, tapi yang lahir dari pertentangan antara keindahan dan ketidakindahan.
“Tabuh ini menyiratkan bahwa harmoni merupakan ruang yang memberi tempat bagi segala perbedaan untuk bersuara,” jelas Wiradarma Yoga dan Astadi Jaya Pramana kompak.
Sajian kedua, Sanggar Seni Sudha Wirad menampilkan tari Tedung Sari dengan pembina tari Ni Nyoman Budawati, S.Sn dan Ni Putu Leslyani, S.Sn serta pembina tabuh I Gede Purnama Eka Saputra, S.Sn M.Pd dan Agus Ari Priyastana, S.Sn.
Tari ini diciptakan pada tahun 1989 oleh I Nyoman Suarsa yang terinspirasi dari keberadaan sebuah properti yang sehari-hari digunakan masyarakat Bali sebagai sarana prasarana upacara. Sebagai pencipta tabuh I Nyoman Sudarna.
Sanggar Sudha Wirad menampilkan dolanan “Kidal Kidul” dengan penata dialog I Made Ariawan, S.S M.Si, penata tari I Wayan Tisna Dana, S.Sn, dan penata tembang Ni Putu Tina Ratna Puspa Dewi, S.Sn.
Sementara penata iringan I Wayan Ardana S.Sn, dan pembina tabuh I Gede Purnama Eka Saputra, S.Sn M.Pd. Dolanan berlangsung atraktif di atas panggung. Tingkah polah anak-anak yang lucu, lugu, dan menggemaskan mengundang gelak tawa ribuan penonton.
Tribun Ardha Candra itu tampak penuh. Apalagi saat dolanan “Kidal Kidul” memberikan gambaran banyaknya perbedaan yang terjadi seiring perubahan zaman. Anak-anak di masa kini memiliki beragam pilihan permainan, baik permainan tradisional maupun modern.
Namun tantangannya adalah menyesuaikan diri, tidak terpaku pada yang kuno, juga tidak larut pada hal modern. “Fleksibilitas ini diibaratkan Boko-boko, kura-kura kecil yang bebas bermain di air maupun di darat,” yangkap Tisna Dana.
Makanya, di atas panggung disajikan dua jenis permainan. Pada permainan tradisional, ditampilkan permainan melayangan dan medagang-dagangan. Sedangkan permainan modern lebih pada penggunaan teknologi seperti game dan vlog.
Wahyudi Putra kembali menambahkan, tema ini berangkat dari fenoemena Canggu sebagai salah satu wilayah Badung yang cukup maju di sektor pariwisata, namun anak-anak harus tetap memiliki ruang untuk bermain permainan tradisonal dan modern.
“Dolanan ini memang lahir dari fenomena lapangan yang terjadi. Kami mencoba menuangkan fenomena itu ke dalam garapan dan juga propertinya juga mendukung. Kami memberi pesan pentingnya menjaga diri dari pengaruh modernisasi khususnya di gadget,” jelasnya.
Proses awal sosialisasi di Kecamatan Kuta Utara, maka yang daftar seleksi untuk dolanan 70 orang, pagahal hanya mencari 28 orang. Sedangkan tari yang memerlukan 9 orang, namun yang ikut 27 orang.
Proses latihan dilakukan pertama kali sejak 13 Februari 2025, dengan intensitas seminggu tiga kali latihan. Namun memasuki bulan Juni 2025, latihan diintensifkan setiap hari. Pengaruh teknologi cukup menjadi tantangan tersendiri bagi penggarap dalam melatih anak-anak.
“Anak-anak masih ketergantungan pada HP yang tidak dapat dipungkiri. Di sini kami juga melatih fokus dan disiplin anak-anak. Kalau lagi latihan, HP mereka kami kumpulkan dulu. Setelah selesai, baru dikembalikan,” tuturnya. [B/sana]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali