Penggak Men Mersi dan Undiksha Ajak Generasi Muda Membuat Komik Tradisional
Anak-anak muda ini, tak hanya piawai melukis dan menggambar, tetapi juga menguasai teknik “nyurat” (menulis naskah diatas daun lontar). Sebab, dalam waktu dua jam mereka sudah berhasil menyelesaikan prasi, lukisan dan gambar-gambar dalam naskah lontar. Hanya dengan menggunakan pengrupak (alat tulis berupa pisau), karya-karya mereka pun tergolong indah, bahkan dianggap layak mengikuti pameran. Meski, telah diberikan contoh gambar, namun mereka lebih kreatif mengangkat tema sendiri yang tak kalah menariknya dengan contoh itu.
Itulah suasana pelatihan Visualisasi Karya Fiksi Melalui Naskah Lontar, membuat Prasi di Penggak Men Mersi Kesiman, Denpasar, Minggu 4 September 2022. Puluhan anak muda terlibat sebagai peserta dalam kegiatan pelatihan yang digelar Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) bersama Penggak Men Mersi dalam bentuk pengabdian masyarakat. Pelatihan ini diberikan oleh, Wayan Trisnayana (26) selaku kordinator.
Pesertanya, berasal dari kawasan Kesiman juga alumi Fakultas Bahasa dan Seni Undiksha. Para peserta tampak ceria dan penuh semangat mengikuti kegiatan budaya itu. dengan menggenakan busana adat ringan, para peserta laki-laki ataupun wanita duduk berjejer di lantai beralaskan karpet. Di depannya, ada sebuah dulang lengkap dengan pengrupak. daun lontar, dan pensil. Setelah diberikan penjelasn, para peserta kemudian mulai membuat prasi. Seorang peserta memanfaatkan daun lontar yang tidak sama dalam membuat prasi. Minimal dua lembar, bahkan ada yang membuat dengan lebih dari empat lembar daun lontar.
Ketua pelaksana pelatihan, I Wayan Gede Wisnu mengatakan kegiatan ini merupakan salah satu implementasi pengabdian pada masyarakat. “Selama ini bahasa Bali lazimnya dituturkan lewat satua atau ditulis. Dan kami melihat akan lebih menarik lagi ditampilkan dalam visualisasi. Kita memiliki komik tradisional bernama prasi yang tidak kalah dengan komik pada umumnya. Beranjak dari sana kami gelar pelatihan ini,” katanya.
Gede Wisnu melihat saat ini seni prasi berkembang di Buleleng dan Karangasem, namun di tempat lain belum begitu berkembang. Selama ini generasi yang tertarik pada seni prasi ini masih belum begitu banyak. “Kami berharap dengan kegiatan ini bisa melahirkan generasi muda yang bergelut dalam seni prasi. Peluang prasi ini masih terbuka lebar,” harapnya.
Sementara itu, Kelian Penggak Men Mersi, Kadek Wahyudita mengatakan, masih banyak yang perlu dikembangkan dalam dunia seni prasi ini termasuk alih wahana. Misal menggarap serius seni ini, tak hanya melahirkan nilai estetis saja, tetapi juga bisa menjadi buah tangan khas Bali. Prasi ini adalah karya monumental Bali yang khas karena dibuat di atas daun lontar. “Mungkin dalam seni lukis ada lukisan Kamasan, lukisan gaya Nagasepaha dan lainnya. Namun ada lagi yang khas yakni prasi ini,” ucapnya.
Wahyudita menilai, ke depan seni prasi ini harus bisa dibuatkan satu ekosistem yang berkelanjutan, sehingga seni ini tak hanya berhenti sebagai sebuah karya seni, tapi bisa melahirkan komoditi baru semisal kaos bergambar prasi. “Seni prasi ini juga bisa melatih anak-anak untuk memegang pangrupak, sebagai jembatan bagi pemula untuk merangsang dan mengenal lebih jauh tentang lontar,” pungkasnya. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali