“Tila Kencana” Seni Lintas Prodi Komunitas Usadi Langu ISI Denpasar di Festival Seni Bali Jani

 “Tila Kencana” Seni Lintas Prodi Komunitas Usadi Langu ISI Denpasar di Festival Seni Bali Jani

“Harmoni”. Tema garapan seni pertunjukan ini tak hanya tergambar dalam kisah yang diangkat, tetapi juga betul-betul terwujud dalam garapan seni itu sendiri. Unsur tari, musik, karawitan, vokal, lukis, teater bahkan gambar dalam tayangan layar sama-sama ada. Uniknya, antara unsur seni satu dengan yang lainnya tidak saling mendominasi, semuanya ada secara merata, sehingga menjadi penampilan seni yang sangat seimbang, dan betul-betul harmoni. Pesan moralnya pun terasa sangat jelas, yakni jangan serakah, toleransi, menjaga alam dengan baik dan ciptakan kehidupan yang harmoni.

Itulah gambaran Adilango (Pergelaran) Seni Pertunjukan Kontemporer bertajuk “Tila Kencana” yang dipersembahkan oleh Komunitas Usadi Langu Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar di Gedung Natya Mandala ISI Denpasar, Selasa 2 November 2021. Seni kontemporer yang didukung sebanyak 75 orang yang terdiri dari seniman karawitan, tari, pedalangan, televisi dan film, musik, teater, dan seni lainnya. Pergelaran model ini, seakan mengajarkan berkesenian di masa pandemi, kolobarasi menjadi sesuatu yang urgen. Penam,pilan para seniman daro berbagai latar belakang ini memberikan suasana pergelaran seni yang berbeda. Semua unsur seni memiliki ruang dan seimbang.

Penabuh gamelan, pemain musik, penembang (vokal), dan dalang yang memaparkan kisah sama-sama tampil dalam ruang panggung yang seimbang. Meski masing-masing menampilkan seni berbeda, namun mereka mampu mebgolah menjadi satu kesatuan yang utuh dan harmoni. Panggung bukan hanya milik para penari, tetapi juga penabuh yang bergerak mengikuti alunan musik yang ia mainkan saat mengekplore para penari. Demikian pula para penari, yang tak hanya menari di stage, tetapi juga bergerak ke ruang-ruang para penabuh, mengekplor suara gamelan dan musik juga tembang.

Tila Kencana

Pergelaran ini mengangkat kisah fiksi yang berawal dari huru-hara yang dilakukan oleh Manu membuat Kerajaan Taru porak poranda. Aksinya oitu dilakukan karana Manu ingin mendapatkan Tila Kencana yang tiada lain adalah bibit emas. Manu tidak menyadari, kalau Tila Kencana itu bukanlan merupakan bibit emas yang membuatnya menjadi kaya, tetapi bibit yang harus ditanam untuk menjaga keseimbangan dan harmonisasi kehidupan bumi. Ratu Taru kemudian memberikan penjelasan kepada Manu atas kekeliruan perbuatannya dan meminta Manu merenungi perbuatannya itu.

Baca Juga:  Tiga Sekaa Gender Wayang Anak-anak Unjuk Gigi Dalam Ajang PKB XLIII

Composer Wayan Sudirana dan koreografer Dayu Ani lalu meramu tema Tila Kencana ini kedalam garapan yang mengakomodasi ke semua Program Study (Prodi) dengan naskah tentang bibit emas (Tila Kencana). “Ide garapan ini, disajikan ke dalam garapan abstrak. Artinya, tidak menampilkan cerita, tetapi abstraksi dari cerita bibit itu menjadi sebuah kolaborasi menjadi tari, music, vocal, karawitan, pedalangan, film dan sedikit ada teater. Garapan Tila Kencana dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang menjadi satu kesatuan yang utuh,” kata Sudirana.

Bagian awal, menyajika seni monolog dari Prodi Pedalangan yang dimainkan oleh Gusti Sudarta. Dengan ciri khas penampilannya, Gusti Sudarta menampilkan seni tradisi dengan teater vocal, tembang, dan dialog yang disajikan tidak seperti tetapi biasanya. Artinya, semua itu disajikan secara baru, modern lalu disepon dengan music kontra bass. Jika perpaduan itu biasanya memakai siling, namun kali ini direspon dengan kontra bass. Dengan kelihaiannya bercerita, seorang dalang ini mampu memberikan pesan-pesan dan nilai-nilai kepada penonton.

Tila Kencana

Bagian berikutnya menampilkann kemajuan teknologi dengan bangunan yang sangat maju. Hal itu ditayangkan dalam layar lalu direspon dengan music elektronik. Dalam penayangan ini, menjadi peran Prodi Film. Ada pula lagu dengan adegan pohon, lalu muncul bibit. Pada bagian ini lalu, muncul manusia-menusia serakah yang tak memiliki rasa. Manusia itu, seperti robot yang menghacurkan bibit itu. Manusia robot ini mengungkapkan keserakahannya itu melalui gerak tari kontemporers yang sangat kuat.

Setelah bibit itu akan dihancurkan dan diintimidasi, kemudian muncul sosok ibu penyanyi opera sebagai symbol dewi yang memberikan support kepada bibit agar mau tumbuh lagi. Penampilannya bukan dalam bentuk tari, tetapi dalam bentuk lagu seriosa. Setelah support, lalu disambut dengan abstraksi orchestra semesta yang didalamnya ada gamelan, solo instrument, gamelan, drum, dan lainnya. Itu sebagai simbol kemunculan kembali semangat bibit itu untuk bisa hidup.

Baca Juga:  I Ketut Manggi Meniup Suling ke Berbagai Belahan Dunia

Sudirana menjelaskan, keseluruhan garapan ini menggabungkan musikal, gerak, vokal, dan visual. Berbagai instrument musik modern serta synthesizer (electronic music) dikolaborasikan. Untuk sebuah garaoan ini, dirinya butuh waktu yang cukup lama untuk latihan. Bahkan untuk memaksimalkan latihan, mereka membagi setiap babak dengan latihan sendiri-sendiri. “Latihannya kami bagi-bagi, supaya mempercepat. Jadi per babak itu kami diskusikan dulu. Setelah ketemu kerangka besarnya, kita pecah per sektoral. Untuk musik latihan sendiri, begitu juga pemain gamelan dan tarinya. Sekitar seminggu lalu baru kami gabung semua untuk memantapkan,” tandas Sudirana.

Wakil Rektor III ISI Denpasar sekaligus Penanggung Jawab Komunitas Seni Usadhi Langu, Dr I Komang Sudirga mengatakan, seni pertunjukan ini mengangkat judul “Tila Kencana” yang memiliki makna tentang bibit emas. Garapan ini menghadirkan konsep lintas Program Study (Prodi) yaitu musik, tari, karawitan, Pendidikan Seni Pertunjukan (PSP), Pedalangan, dan film. Komunitas Usadi Lango ini sengaja membentuk sumber daya yang terdiri dari bidang ilmu dengan tema lingkungan. “Hal itu sesuai dengan tema, yakni Wana Kerthi yang kemudian direspon dengan mengaktualisasikan dengan suasana kekinian tentang kerusakan lingkungan,” ucapnya.

Garapan ini dengan berbagai narasi yang menceritakan fenomena lingkungan di perkotaan yang sudah banyak dibangaun gedung-gedung menjulang tinggi. Melalui garapan ini, para seniman muda kreatif ini ingin mengirim pesan kepada masyarakat untuk ikut menjaga lingkungan. “Mari kita hormati alam dan berharmoni dengan alam. Jangan mengikuti alam pikiran kita untuk terus diperbudak dalam diri, hasrat yang ingin selalu menguasai alam,” ajak Komang Sudirga yang juga Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerjasama ISI Denpasar. [B/*]

Related post