Peringati HUT Ke-17 GEOKS, Prof. Dibia Luncurkan Lima Buku Puitika Tari Kumpulan Puisi Tentang Jagat Tari

 Peringati HUT Ke-17 GEOKS, Prof. Dibia Luncurkan Lima Buku Puitika Tari Kumpulan Puisi Tentang Jagat Tari

Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST.,MA bakal meluncurkan lima Buku Puitika Tari Kumpulan Puisi Tentang Jagat Tari pada perayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-17 Geria Olah Kreativitas Seni (GEOKS) Singpadu, pada Rabu, 22 Desember 2021. Buku itu berisi diskripsi, urairan tari, peristiwa tari, seniman tari dan konsep tari yang tujuannya untuk menyediakan bahan bacaan seni bagi anak-anak muda, khusunya pecinta seni dan budaya Bali. “Setiap perayaan HUT GESOKS, saya memberi makna dengan menerbitkan buku, sehingga sekarang ada 45 buku, sudah terbit” kata Prof. Dibia ketika bertemu di Taman Budaya Art Center, Minggu 19 Desmber 2021.

Lima buku yang akan diluncurkan itu, adalah Puitika Tari 1 berjudul Ungkap Kata Tari Bali berisi 24 buah puisi, Puitika Tari 2 dengan judul Nawa Natya, Sembilan Tari Bali Pilihan berisi 35 buah puisi, Puitika Tari 3 berjudul Pengakuan dan Kesaksian Hanuman berisi 33 buah puisi, Puitika Tari 4 diberi judul Gurat Garis Tari Baris memuat 36 buah puisi, dan Puitika Tari 5 diberi judul Nyanyian Penari Senja memuat 32 buah puisi. Masing-masing buku dibuka dengan kata pengantar yang juga berbentuk puisi, dengan komentar atau ulasan singkat dari sastrawan dan pemerhati seni sastra yang berbeda-beda. “Saya menggarap buku ini sejak Februari – Juni 2021. Saat itu, saya mulai tertarik menulis “puisi” dan telah melahirkan lima buku Puitika Tari dengan judul yang berbeda-beda,” sebut guru besar purna bakti ISI asal Desa Singpadu ini.

Prof. Dibia mengatakan, puitika tari adalah terminologi yang mengandung makna pelukisan atau penggambaran tari berbahasa puitis. Terminologi ini lahir dari perpaduan antara karya sastra berbentuk puisi bebas dengan deskripsi estetik tentang tari. Sebagai suatu karya olah seni sastra, yang diikat irama, matra, dan rima serta disusun ke dalam larik dan bait, puitika tari berisikan gambaran jagat tari. Cakupan kisahnya bervariasi dari prinsip estetik, gerak-gerak, ragam dan jenis, sampai dengan peristiwa pertunjukan tari, ungkapan emosi serta kehidupan senimannya. Sebuah karya puitika tari, oleh sebab itu, menyuguhkan dua hal yang saling berkaitan yaitu olah sastra dan gambaran keindahan seni tari, termasuk emosi pelakunya terhadap seni tari.

Baca Juga:  “Megandu” Sambut HUT Museum Subak Tahun 2020

Dengan membaca puitika tari ini, Prof. Dibia berharap para pembaca akan memperoleh gambaran “luar dalam” dari tari dan sambil merasakan suasana emosi dari sajian tari yang digambarkan penulisnya. “Saya ingin menawarkan sesuatu berbeda dari puisi yang biasa dibaca selama ini. Jika sebelumnya, seni tari yang cendrung menyerap sastra yang diterjemahkan ke dalam seni tari, tetapi sekarang tari diterjemahkan dan dibuat dalam bentuk puisi. Syukurnya, saya biasa menulis geguritan, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama delam menyelesaikan kelima buku ini,” beber Ketua STSI (ISI dulu) Denpasar tahun 1997-2001 ini.

Masing-masing buku ada yang mengomentari. Buku Ungkap Kata Tari Bali ini dikomentari oleh Narudin (Bandung), buku Nawa Natya, Sembilan Tari Bali Pilihan diulas oleh I Gede Aryantha Soetama (Denpasar), buku Pengakuan dan Kesaksian Hanuman dikomentari oleh Putu Putri Suastini Koster (Denpasar), buku Gurat Garis Tari Baris oleh dr. Dewa Putu Sahadewa, Sp.OG (Kupang), dan buku Nyanyian Penari Senja diulas oleh Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Lit (Denpasar). “Peluncuran buku di masa Pandemi Covid-19 ini, saya menghadirkan undangan dalam jumlah terbatas. Sebagai pembicara pembahas buku adalah penyair dan pemerhati seni sastra, seperti Warih Wisatsana, dr. Dewa Putu Sahadewa, Sp.OG., dan Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Lit,” imbuhnya.

Disamping peluncuran buku, pada puncak perayaan Hut GEOKS juga menampilkan Teater Tari “Jerit Tangis Dewi Sita”, sebuah karya seni pertunjukan yang diwujudkan melalui interaksi dan integrasi berbagai unsur seni, dari seni gerak, suara dan rupa, hingga seni sastra. Seni gerak diwakili oleh tari Bali dan tari India (Odisi), seni suara diwakili oleh gamelan gong suling, seni rupa diwakili wayang kulit dan patung-patung kepala, dan seni sastra diwakili oleh epos Ramayana dari episode Yudha Kandha, dan pembacaan puisi dari buku Puitika Tari 3, Pengakuan dan Kesaksian Hanuman.

Baca Juga:  Menonton PKB, Wajib Bawa Hasil Rapid Tes Antigen Negatif

Garapan ini merupakan karya seni eksperimental yang menyatukan berbagai unsur-unsur seni tradisi dan modern, baik yang berasal dari budaya Bali maupun luar negeri, untuk melahirkan sebuah karya seni multi-dimensional yang sarat cita rasa. Garapan seni ini disutradara dan dikoreograferi I Wayan Dibia, komposer dipercayakan kepada I Wayan Sudiarsa (Pacet), pembaca puisi oleh Ayu Cumani, Wayan Sunarta Jengki, dr. Dewa Sahadewa, Mira, dan April, penata lampu Jojo, dan penata properti I Made Sudiantara. Pendukung tari yaitu Pompi (Sita), Gede Radiana (Hanuman), Agus Sudama Giri (Pemain Wayang), Alit Satria Wibawa (Pemain Wayang), dan Cok Putra (Shiwa).

Prof. Dibia lahir di desa Singapadu-Gianyar sebagai pelaku, pemikir, dan pencipta seni pertunjukan Bali. Mulai belajar menari dan menabuh gamelan sejak usia anak-anak, ia menguasai berbagai jenis tari klasik setelah berguru dengan sejumlah guru dari berbagai desa di Bali. Sejak awal tahun 1970-an ia mulai menciptakan karya-karya baru dan kontemporer, banyak diantaranya telah ditampilkan pada berbagai even dan festival seni lokal, nasional, dan internasional.

Pendidikan seni formalnya mencakup Konservatori Karawitan Indonesia (Kokar) Jurusan Bali di Denpasar, Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Jurusan Bali Denpasar, dan ASTI Yogyakarta. Ia diangkat menjadi dosen pengajar di ASTI Denpasar pada tahun 1974. Pada tahun 1982 The Asian Cultural Council New York memberikannya beasiswa untuk mengambil program Master (Master or Arts) untuk Koreografi, dan pada tahun 1987 The Fulbright Hays memberikannya beasiswa untuk menempuh program Ph.D. di bidang Seni Pertunjukan Asia Tenggara, keduanya di University of California, Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat. Ketika menjabat Ketua STSI Denpasar (1997 sampai 2001) Prof. Dibia merintis pembentukan ISI Denpasar yang diresmikan tahun 2003.

Sejak 1971, Ketua Sekolah Tinggi Seni Indonesia tahun 1997-2001 ini telah melahirkan ratusan buah karya tari, yang meliputi tari klasik, kreasi baru, kontemporer, dan sejumlah sendratari dan dramatari. Dua karya terbarunya adalah teater tari “The Story of Kecak From Bedulu” (2019) yang ditampilkan pada hari jadi Gamelan Sekar Jaya ke 40 di San Francisco (USA), dan Sendratari “Jagaraga Winangun” (2021) yang ditampilkan dalam rangka Karya Agung di Pura Desa Adat Kebon Singapadu-Gianyar. Dari tahun tahun 1978 ia telah menulis dan menerbitkan tak kurang dari 45 buah buku tari dan seni pertunjukan, baik yang berbahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.

Baca Juga:  Unjuk di PKB XLIV, Sekaa Gong Kebyar Lansia Werdha Santhi Garap Sendratari Rajapala

Di antara buku-buku terbarunya adalah Kembara Seni I Wayan Dibia; Sebuah Autobiografi (2018) yang berisikan rekaman dari perjalanan panjangnya di jagat seni; Poedijono; Seniman Multi Talenta Menjelajah Dunia (2019), dalam dua bahasa, merekam kisah perjalanan Bapak Poedijono mantan gurunya di Kokar-Bali; Ni Made Wiratini; Kijang Emas Ditangkap Hanuman, Biografi Seniwati Bali (2020) merupakan sebuah tulisan tentang perjalanan bekesenian istrinya; Ngunda Bayu; Teknik Pengolahan Tenaga Dalam Seni Pertunjukan Bali (2020) membahas tentang salah satu “rahasia” dalam seni pertunjukan Bali, dan buku Puitika Tari yang terdiri atas 5 jilid, menyajikan deskripsi estetik tari Bali dalam bahasa puitik, sudah naik cetak.

Ketika masih aktif mengajar di ISI Denpasar, tahun 2004 Prof Dibia membangun pusat olah kreativitas seni yang diberinama Geria Olah Kreativitas Seni, GEOKS, di desa kelahirannya (Singapadu). Dari tahun 2005 sampai 2007 ia menjadi pengajar tamu untuk seni pertunjukan Bali pada The College of Holy Cross, Massachusetts (USA); dan pada tahun 2016 (selama satu semester) menjadi dosen tamu di Taipei University of The Arts (TNUA), sejak tahun 2017 sampai sekarang ia menjadi dosen tamu dan Honorary Fellow pada Victoria College of The Arts, Melbourne University.

Atas pengabdiannya dibidang seni dan budaya Prof. Dibia telah menerima sejumlah penghargaan seperti: Wija Kusuma dari Kabupaten Gianyar (2000), Dharma Kusuma dari Gubernur Bali (2003), Pramana Satya Budaya (Sebagai Maestro Bidang Seni Tari) dari Bupati Gianyar (2017), penghargaan seni internasional Padma Shri (untuk bidang seni) dari Presiden India (2021). [B/*]

Related post