Drama Bali Modern, Potensi Besar Pengembangan Aksara, Bahasa dan Sastra Bali
Sangat menarik Wimbakara (Lomba) Drama Bali Modern dalam Bulan Bahasa Bali di Gedung Ksirarnawa, Taman, Budaya Provinsi Bali, Minggu 19 Pebruari 2023. Ajang seni ini, seakan melahirkan berbagai bentuk model penggarapan Drama Bali Modern. Sebab, dari 13 peserta yang tampil selama dua hari itu, ada drama bernuansa sendratari, ada seperti drama gong dengan iringan musik modern, juga ada drama yang mengutamakan unsur property. Meski demikian, semua penyajian drama tersebut mendapat sambutan hangat penonton.
Penyajian drama ini sangat menyenangkan, karena diatas panggung ada pemain yang bermain secara total. Meski mereka masih merupakan siswa SMA/SMK, namun mereka mampu bermain dengan baik dan sungguh-sungguh. Unsur artistic betul-betul digarap, sehingga ada beberapa peserta menyajikan property begitu indah karena mendukung tema. “Sayangnya, ada beberapa peserta lomba belum paham terhadap konsep drama. Mesti diingat, drama itu memiliki dua dimensi, yaitu dimensi sastra dan pertunjukan. Nah, itu yang harus ada,” kata Dewan Juri Dr. A.A. Mas Ruscitadewi,M.Phil.H.
Dimensi sastra, mestinya menjadi godokan pertama. Ketika membawakan karya sastra, maka harus menentukan tema yang menarik dan unik, sehingga “tetuek” menjadi menarik. Lomba drama ini mengangkat tema tentang laut, sehingga ada banyak naskah yang bisa diangkat. Itu bisa dilakukan, bila belum biasa membuat naskah baru. “Sayangnya, dalam lomba drama ini, masih ada peserta yang belum muncul dramanya. Mungkin mereka belum memiliki pemahaman baru dalam Drama Bali Modern,” ujarnya sastrawan ini.
Dalam bermain drama itu, mesti harus ingat bahwa drama itu sebuah tema atau cerita yang digambarkan dengan acting. Drama itu rangkaian cerita melalui akting, bukan dengan narasi. Acting itu, bisa digambarkan melalui tubuh, mimik, suara, dan kostum, sehingga ini yang harus muncul. “Jujur, saya sangat kagum dengan pertunjukan Drama Bali Modern di ajang Bulan Bahasa Bali ini. Secara artistic, masing-masing peserta lumayan sangat bagus,” tegasnya.
Masalah sastra, Bali sesungguhnya sudah terlalu akrab dengan Ramayana dan Mahabarata, dan kisah Panji dalam cerita Dramatari Arja itu. Sastra sudah disediakan ibarat mata air yang sangat besar dan bagus. “Di dalam drama tradisi, sastra itu sudah mendarah daging karena sudah diasah dan disediakan, namun begitu masuk Drama Bali Modern gagap jadinya. Karena dalam drama Bali modern harus menciptakan atau bisa mensiasati dan bisa meminjam karya sastra yang sudah ada,” imbuhnya.
Mas Ruscitadewi yang seorang wartawan ini juga menyinggung menjadi sutradara drama itu perlu sebuah kemampuan, karena drama itu multi. Sutradara harus mengerti sastra, juga karakter karena dalam bermain dan berakting secara sungguh-sungguh, ada pula yang berpura-pura, dan ada yang total bermain. Jangan melupakan teks sastra, dan jangan menggangap bermain drama itu mengangkat keseharian. Padahal hidup sehari-hari itu beda itu beda dengan dunia panggung. “Bermain drama itu mesti melalui proses belajar,” imbuhnya.
Juri lain, Wayan Sumahardika mengatakan, pementasan Drama Bali Modern kali ini sangat bagus. Lomba-lomba seperti ini, memang jarang dilakukan namun sangat penting ada. Apalagi, melalui lomba ini sebagai satu strategi dalam pengembangan Bahasa Bali, maka lomba ini memiliki potensi yang besar dalam pengembangan aksara, bahasa dan sastra Bali. “Dalam kerja drama itu, ada kerja pengkarakteran, kerja penulisan dan kerja pemanggungan. Semua itu bisa disisipi dengan penggunaan Bahasa Bali di kalangan anak didik dan siswa,” ucapnya.
Artinya lomba Drama Bali Modern ini cukup penting, sehingga perlu ditingkatkan. Sebab, dalam lomba ini bisa memilih kasus-kasus yang ada, khususnya peserta yang belum paham, mana yang namanya drama, sendratari, dan pertunjukan untuk pembuka acara. Itu menjadi hal yang penting juga, dalam kontek melihat lomba drama ini. “Peserta masih belum punya kesadaran berbahasa Bali yang lugas. Kesadaran berbahasa yang memang tumbuh dari kontek keseharian mereka,” jelasnya.
Pemilik Institut Mula Wali ini lalu menegaskan, siswa-siswa yang dalam kesehariannya biasa berbahasa Indonesia akan kelihatan di panggung. Ketika memakai bahasa Bali kesannya sangat baku dan kaku. Selain itu, dalam drama ini belum memunculkan dialek masing-masing daerah. Padahal dalam kesehariannya, ada logat Gianyar, Tabanan, Jembrana, Buleleng, tetapi ketika di panggung tak kelihatan logatnya itu. “Logat itu menjadi penting untuk diperlihatkan di atas panggung,” ingatnya.
Sumahardika juga menyinggung penggunaan naskah yang terkesan dibuat sendiri dengan tergesa-gesa, sehingga kelihatan tidak matang. Secara alur, penokohan juga banyak kedodoran. Maka itu, ada baiknya naskah bahasa Bali diadaptasi, dicarikan naskah yang sudah ada, dan yang terpenting proses ini menjadi tanggung jawab bersama. “Kedepan, mungkin tak hanya mencari juara 1, 2, dan 3, tetapi ada yang terbaik dari segi bahasa, laku, kostum, tari, dan musik,” usulnya.
Hal senada juga dikatakan I Made Sidia, S.Sp. M.Sn dawn juri dari akademisi, Dosen ISI Denpasar. Lomba ini sagat luar biasa untuk generasi muda di Bali. Selama ini, Bali terkenal dengan drama tradisi seperti drama gong, arja dan lainnya. Maka itu, drama modern ini harus dibangkitkan untuk mengalihkan perhatian anak-anak ke hal modern yang lebih positif. “Drama Bali modern ini bisa menyampaikan pesan-pesan, tentang kritik sosial, kesehatan lingkungan dan lainnya. Itu karena drama modern ini multi, sehingga bisa memasukan hal-hal propaganda yang positif,” ujarnya.
Melalui drama ini anak-anak muda bisa memasukan unek-unek dalam garapan seni. Apalagi, didukung dengan property, tari, rias, musik dan busana. Maka ini sangat tepat ada dalam ajang Bulan Bahasa Bali, untuk terus dilanjutkan. “Bila, perlu ada pula dijenjang SD dan SMP. Karena anak-anak tak hanya bisa menari, bermusik dan sambil berdialog, tetapi ada pesan yang penting bisa disampaikan. Dengan begitu, tak hanya menjadi tontonan, tetapi juga tuntunan bagi mereka. Kalau mereka sudah bergaul, paling tidak 70 persen sudah masuk hal-hal penting dalam dirinya,” imbuhnya.
Kalau mereka terlibat sudah otomatis ada catat dalam memorinya, seperti membuat sampah sembarangan, mengotori air, buang sampah ke laut, menjaga laut dan peduli terhadap pada pertiwi dan sebagainya. “Ini sangat bagus sekali, bahkan di ISI Denpasar lebih cepat bisa dibuka jurusan teater modern, karena teater modern ini sangat banyak masuk hal-hal universal pesan-pesan berguna bagi pemerintah, masyarakat dan lingkungan,” tutupnya.
Dalam lomba Drama Bali Modern itu, tampil sebagai pemenang, adalah SMA Sukawati sebagai juara I, SMA Saraswati Denpasar sebagai Juara II dan SMK 1 Negara, sebagai Juara III. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali