Ki Ponijan Timbul Hadi Prayitno, Dalang Wayang Kulit Paguyuban Yogyakarta di Denpasar

 Ki Ponijan Timbul Hadi Prayitno, Dalang Wayang Kulit Paguyuban Yogyakarta di Denpasar

Ki Ponijan Timbul Hadi Prayitno, dalang wayang kulit Paguyuban Yogyakarta di Denpasar/Foto: ist

Sempat menyaksikan pementasan Wayang Kulit dengan dalang Ki Ponijan Timbul Hadi Prayitno? Penyajian seni dua dimensi ini tak hanya tentang teknik permainan wayang yang khas, tetapi menyampaikan pesan serta nilai-nilai moral yang unggul dari pementasannya.

Sebut saja pada pementasan wayang kulit peringatan 1 Muharram 1446 H yang berlangsung pada, 6 Juli 2024 lalu. Ki Dalang Ponijan Timbul Hadi Prayitno menggelar pertunjukan wayang kulit dengan lakon “Semar Mbangun Kahyangan”.

Ki Dalang Ponijan menampilkan pertunjukan wayang yang sangat kreatif. Hal itu, seakan tak menampilk, kalau Ki Dalang memang memiliki pengalaman mendalang yang tinggi. Usia yang yang semakin lanjut, namun permainan wayang makin menjadi. Penonton pun berdecak kagum.

Dalam menarikan wayang itu, Ki Dalang Ponijan menyelipkan pesan-pesan moral dan spiritual yang relevan dengan konteks zaman modern. Sebut saja, tentang pentingnya persatuan umat, nilai-nilai keadilan, dan arti pentingnya berbagi dalam kehidupan bermasyarakat.

Baca Juga:  Festival ‘Jaman Baheula’ Pentaskan Wayang Kulit Tanpa Bayang-bayang

Pertunjukan wayang kulit itu, bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga sarana untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-nilai, khususnya Islam dan relevansinya dalam kehidupan sehari-hari.

Pertunjukan wayang “Semar Mbangun Kahyangan” ini mengandung makna dengan penuh kecerdasan dan hikmah. Sajian seni, seakan mengajarkan kepada penonton tentang arti pengorbanan, ketabahan, dan keikhlasan dalam menghadapi cobaan.

Saat itu, karakter-karakter wayang yang khas, seperti Semar, Petruk, dan Gareng yang berperan membuat cerita lebih menarik dan menghibur. Dialog dan permainan wayangnya yang khas, seakan mengajak penonton merasakan ketegangan, keberanian dan kebijaksanaan dalam kisah itu.

Perjuangan Semar

Saat itu, Ki Dalang Ponijan mengangkat cerita tentang perjuangan Semar, salah satu tokoh wayang yang penuh hikmah dan kebijaksanaan dalam membangun kembali kerajaan surgawi, Kahyangan.

Baca Juga:  Misteri Pohon Pala di Sangeh Monket Forest

Cerita ini dimulai ketika Kahyangan, tempat tinggal para dewa, terancam oleh kekuatan jahat yang ingin menghancurkannya. Dalam upaya melawan kejahatan tersebut, para dewa memutuskan untuk meminta bantuan Semar.

Semar dikenal sebagai tokoh yang bijaksana dan memiliki kekuatan luar biasa. Kecerdikan dan kebijaksanaannya, Semar memimpin para dewa dan pasukan surgawi dalam pertempuran apik melawan kekuatan gelap (kejahatan).

Pertunjukan wayang kulit itu sarat dengan aksi dan dialog penuh makna. Penonton disuguhkan kisah tentang pengorbanan, persatuan, dan keberanian dalam menghadapi tantangan. Akhirnya, kemenangan Kahyangan atas kejahatan menjadi simbol kekuatan persatuan dan kebijaksanaan.

Dalang yang bertani

Bagai pepatah “dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung” begitulah Ki Ponijan Timbul Hadi Prayitno menggeluti dunia pewayang yang kini tinggal di Kota Denpasar, Bali. Saat ini, jumlah warga Yogyakarta yang berada di Kota Denpasar dan sekitarnya sebanyak 1.500 – 2.000 orang

Baca Juga:  500-an Mobil Pengiring Ida Bhatara-Bhatari Sakti Batur Melasti ke Segara Watuklotok

Ki Ponijan Timbul Hadi Prayitno merupakan sosok dalang dari Paguyuban Yogyakarta yang berada di Kota Denpasar. Ki Dalang tergabung di Paguyuban Yogyakarta semenjak tahun 2005, diawali dari kegiatan adanya kegiatan Karawitan Jawa.

Dalang kelahiran Banyuwangi, 10 Desember 1950 itu belajar mendalang sejak masih muda. Dimulai, belajar karawitan (1960), lalu belajar mendalang pada 1967. Setahun kemudian (1968), sudah pentas perdana ditanggap di rumah Siswanto (Guru SD) di Tegal Reja Sumber Sewu.

Tanggapan berikutnya di rumah Sukarjo Desa Mbago Rejo Kecamatan Srana Banyuwangi (1969), mendalang di Banyuwangi (1971) hingga di derah-daerah lainnya. Pada tahun 1973, Ki Ponijan pulang ke Banyuwangi dan mendalang hingga tahun 1976.

Ki Ponijan kemudian pindah nikah ke Dukuh Kemesu Desa Temuguru, Kecamatan Genteng dan melanjutkan mendalang dari wilayah Desa Temuguru, hingga Desa Kedung Liwung, Desa Peloan, Kecamatan Singongguru, kurang lebih 20 kali mendalang, diantaranya untuk ruwatan.

Baca Juga:  Menjaga Warisan, Anak-anak Setingkat SMP Lihai Ngetik Aksara Bali

Kemudian pindah ke Kecamatan Dukuh Sukowidi, dan mendalang di daerah itu, baik dalam rangka Bersih Desa, HUT Kemerdekaan RI, acara Sunatan, Pethik Laut dan Ruwatan. Lalu, di Desa Karangrejo Pecinan. Mulai 1990 – 1995 mulai sepi mendalang.

Ki Dalang Ponijan kemudian dalang Senior seperti Ki Dalang Anom Suroto, Ki Dalang Kondo Murdiyat (Tulung Agung, alm), Ki Dalang Sunoko (alm, Amburu, Jember), karena seringnya ikut mendampingi para dalang, hingga pengalamannya mendalang tidak diragukan lagi.

Ki Ponijan kemudian diajak adiknya, Supini hijrah ke Denpasar pada 1995 menjadi usaha potong ayam di pasar Badung. Setelah bertemu dengan Dosen ISI Denpasar, Tri Haryanto dalam sebuah pementasan wayang, kemudian diajak untuk bergabung di kesenian Karawitan Jawa Adi Budaya.

Sekaligus sebagai warga paguyuban Yogyakarta, sehingga mulai mengikuti pementasan karawitan dan mendalang lagi pada Sunatan di Desa Ubung Kaja, dan pentas untuk ruwatan yang lebih dominan.

Baca Juga:  Peradah dan STAHN Mpu Kuturan “Ngejot” ke Krama Hindu Desa Subaya

Ki Ponijan sekarang tinggal di Jl Cokoraminoto Gg. Mirah Bali No. 11, Br. Lili Gundi, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara. Selama tidak mendalang, Ki Ponijan bertani di wilayah Ubung Kaja, Belulang Kapal, Desa Buduk dan Desa Dalung Dukuh mengelola rata-rata 1 hektar sawah. [B/darma]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post