Film Kembang Jenar, Kisahkan Perjalanan Penari Menjadi Penyungsung Baris Kembar di Banjar Karang Suwung

Pemutaran Film Kembang Jenar dipadu tarian singkat prosesi ‘Nangiang Sanghyang’/Foto: ist
Tak seperti biasanya. Ketika menyaksikan film dokumenter ini, penonton langsung bersemangat. Mereka tidak merasa jenuh, apalagi membosankan. Mereka, justru duduk manis menikmati alur, dan terkadang penasaran dengan adegan berikutnya.
Itulah pemutaran film dokumenter berjudul “Kembang Jenar” karya I Kadek Wira Widnyana pada Layar Tugas Akhir (LATAR) #1 X Sinema 21 oleh Program Studi Produksi Film dan Televisi Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Jumat, 17 Januari 2025.
Kadek Wira tampak lihai dalam menyiasati setiap adegan, sehingga orang tidak merasa bosan untuk menonton sebuah film dokumenter. Video wawancara bukan sekedar tempelan video, baik itu berkaitan dengan isi dari wawancara itu.
“Saya mencoba memvisualisasi cerita dalam bentuk tarian yang disisipkan pada awal cerita, pertengahan dan akhir cerita dengan didukung musik tari khas Bali,” papar sutradara Kembang Jenar ini senang.
Kadek Wira yang memiliki dasar tari Bali itu juga mengkolaborasikan penayangan film dengan seni pertunjukan di atas panggung. Maka wajar, penayangan film dalam acara LATAR#1 itu menjadi lebih kreatif dan menarik.

Artinya, pertunjukkan kesenian sebuah tarian singkat yang menunjukkan prosesi “Nangiang Sanghyang” itu berhasil membangun suasana magis pada penonton. “Saya ingin memberikan gambaran awal dari kisah kisah film ini,” terangnya.
Kadek Wira mengatakan, film dokumenter Kembang Jenar berangkat dari sebuah keunikan sebuah tarian yang berada di Desa Pedungan, Denpasar. Tepatnya di Banjar Karangsuwung yang memiliki 2 buah gelungan tari baris.
Gelungan itu merupakan sesuunan di Pererepan Agung Pura Dalem Batu Pageh Banjar Karangsuwung, Desa Pedungan. Gelungan ini ditarikan pada piodalan-piodalan di pura daerah Banjar Karangsuwung hingga Pura Dalem Batu Pageh, Ungasan.
Tarian ini, bukan sembarang penari yang menarikan. Namun, harus warga asli dari Banjar Karang suwung. Walau memiliki latar belakang penari atau bukan, jika mereka sudah terpilih, mau tidak mau harus menjadi penyungsung Baris Kembar hingga batas waktu ditentukan.
Menjadi penari sekaligus penyungsung atau pengiring Ida Bhatara adalah sebuah tantangan besar, terutama bagi mereka yang dipilih sejak kecil tanpa memahami sepenuhnya makna peran pengiring tersebut. Banyak konflik batin muncul saat mereka memasuki usia dewasa. Meskipun demikian, penari tetap harus menjalankan tugas mereka dengan penuh rasa tulus ikhlas hingga akhir masa lajang mereka.
“Setelah meriset lebih dalam, keunikan dari tari ini ialah terdapat prosesi ngerancab atau menusuk sesuunan ratu ayu menggunakan keris dan harus ditarikan oleh dua orang penari atau sering disebut pengadeg. ini yang menarik,” sebutnya.

Kadek Wira mengatakan, produksi dilakukan pada piodalan di Pura Batu Pageh pada Hari Raya Sugihan Bali tanggal 20 September 2024. Selain itu sesuunan Baris Kembar juga mesolah di banjar karangsuwung pada tiga hari setelah dari piodalan di Ungasan.
Setelah itu proses perekaman dilanjutkan dengan mengambil gambar wawancara narasumber dari salah satu dari dua pengadeg yaitu I Gede Smara Darma Putra untuk menceritakan bagaimana pengalaman menjadi pengadeg yang terpilih saat mereka kecil.
Wawancara juga dilakukan kepada penglingsir di Banjar Karangsuwung bernama Drs. I Nyoman Mayusa M. Si untuk menjelaskan sesuhunan Baris Kembar.
Sebagai anak muda yang terlahir di sebuah kota di Bali pada zaman globalisasi, Kade Wira mengaku banyak sekali teman-teman sebayanya yang acuh dengan seni, budaya, dan tradisi mereka sendiri. Mungkin saja mereka juga tidak tahu tentang seni, budaya, dan tradisi di tempat mereka tinggal.
“Sebagai mahasiswa yang berkecimpung pada dunia seni dan digital, saya memutuskan untuk melestarikan budaya dan seni dengan cara membuat dokumenter terkait seni, budaya, dan tradisi seperti film dokumenter Kembang Jenar,” paparnya.
Kadek Wira menegaskan, Film Kembang Jenar dibuat bukan hanya untuk memenuhi program projek independent Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), tetapi untuk memperkenalkan terdapat sebuah tarian unik di Denpasar yang banyak belum diketahui masyarakat.
“Mengedukasi masyarakat tentang bagaimana seseorang, jika telah memilih salah satu jalan hidup dan harus menjalaninya dengan lapang dada tanpa ada rasa beban maka niscaya akan mendapatkan kebahagiaan walau jalan tersebut memiliki banyak rintangan,” pungkasnya. [B/Dharma]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali