ARMA Museum & Resort: Lestarikan Seni Budaya Bali dan Gunakan Produk Lokal

 ARMA Museum & Resort: Lestarikan Seni Budaya Bali dan Gunakan Produk Lokal

Tari Kembang Ura meriahkan ARMA Fest 2024/Foto: doc.balihbalihan

ARMA Museum & Resort berdiri sejak 1996, diawali dengan museum, restoran kemudian penginapan dan resort telah memiliki konsep preserving art and culture untuk melestarikan seni budaya Bali, termasuk kearipan lokal.

“Itu artinya, ARMA sangat konsen terhadap pelestarian dan perkembangan seni budaya Bali, maka output semuanya Balinese. Mulai dari makanan dan minuman hampir 95 persen sudah memanfaatkan produk lokal. Itu karena ARMA adalah destinasi yang unik,” kata General Manager ARMA Museum & Resort, Made Suhartana belum lama ini.

Segala hal yang terkait dengan Bali, mulai dari aktivitas ataupun produk itu sendiri dikembangkan dan dilestarikan di ARMA Museum & Resort. “Kami mengedepankan produk lokal untuk makanan. Di Thai Food Restaurant masih memanfaatkan bahan-bahan lokal Bali,” tegasnya.

Made Suhartana berharap, pemanfaatan produk lokal oleh industri perhotelan di Bali itu bisa terus berlanjut kedepannya. “Kami berharap peranan pemerintah melalui kebijakannya untuk lebih serius mensosialisasi hal ini kepada produsen, sehingga mereka tetap menjaga kualitas,” ujarnya.

Baca Juga:  Pan Pacific Hotels Group Buka PARKROYAL A’Famosa Melaka Resort. Cara Meningkatkan Kehadirannya di Malaysia

Pemerintah bisa bersinergi dengan masyarakat lokal dalam penyediaan produk lokal untuk support produk lokal terkait dengan kualitas maupun quantity yang diberikan oleh hotel itu sendiri. Hal ini, penting karena terkait dengan kepuasan tamu hotel yang telah menampilkan Balinese itu.

“Jangan salah pula produk luar yang non lokal pun sangat disenangi oleh para tamu. Maka disinilah tantangannya, sehingga penting melakukan sinergi antara masyarakat lokal dan pemerintah. Peraturannya sudah ada, tinggal merealisasikannya,” paparnya.

Maka itu, pembinaan penting juga dilakukan kepada orang yang memproduksi dari produk lokal itu, mulai dari pemahaman hingga mempratekkannya. Sebab, produk itu akan di suplay ke dunia industri, sehingga kualitasnya tetap terjaga, sesuai dengan standar hotel.

ARMA sendiri sangat selektif dalam menggunakan produk ataupun suplayer lokal. Semua itu untuk menjaga kepuasan tamu. “Karena itu, Tim ARMA biasa mengunjungi suplayer ataupun petani yang menjadi pelanggan untuk memastikan produk itu sendiri,” akunya polos.

Baca Juga:  “Japanese Konro Grill” Restaurant Baru di Ubud

Hal itu penting untuk melihat dan menyaksikan kebenaran mereka dalam membudidayakan produk lokal itu sendiri. Mulai dari cara mengerjakan, pemanfaatan pupuk organik. Ini penting, karena ada suplayer nakal mengambil produk luar, lalu memakai label produk lokal.

Hal ini juga sebagai bentuk kontrol terhadap kualitas produk itu, mulai dari rasa, warna, bau dan lainnya yang disesuaikan dengan standar hotel itu sendiri. “Kita sebagai pengguna, kita juga sebagai monitoring kualiyas dari pada produk lokal itu,” tegasnya.

Kalau dari quantity, masalahnya adalah produk lokal itu bersifat musiman, sehingga ini bisa disinergikan dengan masyarakat lokal dan pemerintah. Penyuplai produk lokal ini harus memahami dan tetap menjaga kualitas produknya.

“Artinya, pemerintah mungkin bisa menyediakan tim untuk memberikan pemahaman agar para produsen itu memiliki pemahaman untuk menciptakan dan tetap produk yang berkualitas. Termasuk memberikan strategi olahan yang bisa disajikan kepada tamu hotel,” bebernya.

Baca Juga:  Sthala Ubud Village Jazz Festival 2024: Berakhir dengan Kenangan Manis dan Pengalaman Berharga

Lalu, terkait dengan produk musiman disajikan kepada tamu, Made Suhartana mengatakan itu tidak masalah. Sebab, yang distandarkan adalah seasonal fruit. “Bukan standarnya harus ada buah salak, papaya, buah naga atau lainnya, tetapi kita stadarkan seasonal fruitnya,” tegasnya.

Misalnya, sekarang musimnya markisa, maka memakai markisa sebagai minuman mocktailnya. “Produk musiman itu tak masalah, tetapi yang menjadi permasalahan sekarang adalah kualitas. Sebab, jika tidak ada buah itu, maka bisa diberikan buah lain,” ucapnya.

Suhartana kemudian mencontohkan, bebarapa waktu lalu Bali mengalami musim hujan, sehingga produk yang datang itu lebih banyak pepaya, watermelon yang kualitasnya kurang. “Kami menyisiasati dengan memberikan pisang, rambutan dan lainnya yang diisi dengan narasi,” ujarnya. [B/*/puspa]

Related post