Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra Luncurkan ‘Jalan Suara’

Heri, Ida Ayu Pradnyani dan Ryan saat conference press peluncurkan Album Jalan Suara/Foto: puspa
PERKEMBANGAN musikalisasi puisi dalam bentuk album kini terus bertambah. Yayasan Kesenian Sadewa Bali kini resmi meluncurkan album digital musikalisasi puisi bertajuk “Jalan Suara” yang digarap bersama komunitas disabilitas tunanetra di Bali.
Peluncuran ini merupakan bagian dari The 6th Bali Creative Competition (BCC), dan akan berpuncak pada pementasan musikalisasi puisi pada 11 Mei 2025 di Gedung Dharma Negara Alaya, Denpasar, dengan estimasi 400 hadirin dari berbagai kalangan.
Album ini menjadi penanda penting dalam praktik seni inklusif di Indonesia, di mana ekspresi sastra dan musik bersatu dalam karya yang dilahirkan oleh mereka yang melihat dunia bukan lewat mata, melainkan lewat rasa dan suara.
“Karya ini juga akan tersedia secara luas melalui platform digital seperti Spotify dan YouTube Music mulai 5 Mei 2025,” ,” kata Ketua Yayasan Kesenian Sadewa Bali, Ryan Indra Darmawan saat conference press di The Keranjang Bali, Senin 5 Mei 2025.
Album Jalan Suara memuat sepuluh musikalisasi puisi, yang terdiri dari lima puisi berbahasa Indonesia dan lima puisi berbahasa Bali. Puisi-puisi tersebut bukan hanya dipilih karena nilai estetikanya, tetapi karena kedekatannya dengan tema sosial, spiritual, dan kearifan lokal Bali.
Dalam versi berbahasa Indonesia, mengangkat Dongeng dari Utara oleh Made Adnyana Ole, Di Musim yang Lain, Aku Kembali oleh Ulfatin C. H., Surat Kertas Hijau oleh Sitor Situmorang, Pada Kematian Aku Bernaung oleh Cok Sawitri, dan Satu Perahu oleh Wayan Jengki Sunarta.
Sementara puisi berbahasa Bali yang diaransemen adalah Petapa Aksara oleh Mas Ruscita Dewi, Blabar Momo oleh Ni Kadek Widiasih, Gending Pragina oleh Tatukung, Kayu Cenana oleh Ki Dusun, dan Kangen oleh Made Sanggra.
Yayasan Kesenian Sadewa Bali bukan kali pertama berkolaborasi dengan komunitas netra. Pada tahun 2019, mereka telah menggagas pentas drama musikal yang melibatkan penyandang disabilitas dan dipentaskan di Gedung Ksirarnawa, Art Center Bali.
“Album Jalan Suara adalah kelanjutan dari semangat tersebut, dan tahun ini kami ingin kembali melibatkan teman-teman netra. Tapi tantangannya berbeda. Bagaimana mengkomunikasikan puisi kepada mereka yang tidak bisa membaca huruf—itu bukan hal mudah,” bebernya.
Ryan percaya teman-teman netra mempunyai kekuatan dalam hal suara dan rasa. Ketika mereka diberi ruang, hasilnya selalu mengejutkan. “Tapi kami bawa prosesnya dengan fun, dan justru dari situ, kekuatan mereka muncul,” ungkapnya senang.
Ketika Imajinasi Tak Perlu Penglihatan
Bagi para seniman pendamping seperti Heri Windi Anggara, proses ini adalah pengingat bahwa imajinasi tidak memerlukan penglihatan. Heri bertanggung jawab atas proses aransemen dan pendampingan kreatif.
“Tantangan teknisnya cukup besar. Butuh waktu untuk menyamakan imajinasi. Tapi saya menemukan bahwa ketika satu indera tidak berfungsi, yang lain justru menguatkan. Teman-teman tunanetra ini punya kekuatan rasa yang luar biasa,” jelas Heri.
Konsep album ini bukan hanya menyatukan puisi dan musik, tapi juga mengkurasi emosi dan tafsir yang lahir dari pengalaman hidup para peserta. “Rasanya, ini bukan proyek, tapi peristiwa kultural,” pungkasnya.
Ketua Yayasan Pendidikan Dria Raba, Ir. Ida Ayu Pradnyani Manthara, menyampaikan bahwa proyek ini bukan hanya memperkenalkan dunia seni kepada siswa-siswa tunanetra, tapi juga memberi ruang untuk berkembang tanpa tekanan.
Ajang peluncuran “Jalan Suara” itu bukan sekadar panggung, tapi ruang berkembang. “Kami tidak pernah memaksa. Mereka bebas memilih alat musik yang mereka suka. Kami hanya mendampingi, menyediakan pelatih, dan membiarkan mereka mengekspresikan diri,” ujarnya.
Banyak yang awalnya asing dengan puisi, kini mereka bisa membacakannya dengan begitu dalam. “Kami tidak diajimumpungkan. Anak-anak diajak betul-betul terlibat sejak awal, bukan hanya ditampilkan di akhir,” sebut Ida Ayu Pradnyani.
Ryan kembali menambahkan, proyek Jalan Suara didanai oleh Dana Indonesiana, skema pendanaan kebudayaan nasional. Namun, perjalanan mendapatkan dukungan ini tidak mulus. “Sejak pandemi, kami coba ajukan proposal berkali-kali,” ungkapnya.
Awalnya gagal terus. Tapi, ia terus mengirim. “Nggak ada beban. Nothing to lose. Akhirnya, di 2025 ini bisa terwujud. Bagi kami, yang penting memberi ruang dan wadah. Bukan mengejar panggung. “Kami berprinsip, karya harus berdiri sendiri tidak ditunggangi kepentingan,” ujarnya.
Album Jalan Suara dirilis ke publik pada 5 Mei 2025 dan dapat dinikmati melalui berbagai platform digital. Pertunjukan live musikalisasi puisi akan digelar pada 11 Mei 2025 di Gedung Dharma Negara Alaya, Denpasar. Acara ini terbuka untuk umum.
“Kami berharap masyarakat bisa mendukung dengan cara yang sederhana: dengarkan albumnya, bagikan, dan hadir di pementasan. Biarkan suara mereka menjadi jalan baru dalam seni kita,” pungkas Ryan. [B/puspa]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali