Tari Kamandalu: Merawat Energi Tirta Kehidupan, Siap Buka Festival Air Suwat
Pancer Langit siapkan Tari Kamandalu untuk Festival Air Suwat/Foto: ist
TARI Tirta Kamandalu, sebuah tari baru bernuansa religius bakal membuka Festival Air Suwat (FAS) di Desa Suwat, Kabupaten Gianyar, Kamis 1 Januaru 2026. Tari yang dibawakan oleh 7 penari pria dan 7 penari wanita ini diproduksi oleh Sanggar Pancer Langit.
Festival Air Suwat adalah perayaan tahunan yang berpusat pada tradisi perang air (Siat Yeh) dan perang lumpur (Mendak Tirta) bertujuan untuk menyambut Tahun Baru, termasuk melestarikan budaya, serta meningkatkan pariwisata dengan menyajikan berbagai atraksi local.
“Tari Kamandalu kami garap bukan sekadar ekspresi estetika, melainkan sebuah garapan tari sakral yang merepresentasikan energi Tirta Kamandalu,” kata Founder: Dr. Anak Agung Gede Agung Rahma Putra,S.Sn.,M.Sn disela-sela latihan, Rabu 31 Desember 2025.
Tirta Kamandalu, air suci dalam tradisi spiritual Bali yang diyakini memiliki daya angruat (membersihkan), anglebur (mengharmoniskan), dan angurip bhuana (menghidupkan alam semesta).
“Karya ini berpijak kokoh pada ilmu pengetahuan lokal Bali, yang memandang kehidupan selalu terikat dengan kala atau waktu sebagai poros kosmologi dan spiritualitas,” jelas pria yang akrab disapa Gungde Rama ini.
Meski sebagai seni pertunjukan, tetapi secara signifikansi Tari Kamandalu ini lebih menguat karenja dikaitkan dengan momentum Tahun Baru 1 Januari 2026, yang menurut kalender Bali jatuh pada Wraspati (Kamis), Pon, Wuku Krulut.
Dalam perhitungan tradisional, Wraspati bernilai 8, Pon 7, dan Wuku Krulut 7, dengan total 22 yang direduksi menjadi angka 4.
“Angka ini berasosiasi dengan arah utara—arah sakral yang dalam Lontar Kala Purana dan Panca Tirta menjadi tempat bersemayamnya Tirta Kamandalu, simbol sumber energi kesucian dan kehidupan,” paparnya.
Berdasarkan pemaknaan tersebut, lanjut Gungde Rama, hari itu diyakini sebagai momentum medal-nya energi Tirta Kamandalu, yakni saat energi suci diyakini memancar dan memberi pengaruh pada keseimbangan alam serta kehidupan manusia.
“Perspektif spiritual Bali memaknai peristiwa ini sebagai panggilan bagi manusia untuk melakukan mendak Tirta Kamandalu—memohon dan menyelaraskan diri dengan energi alam demi tercapainya proses meruat, melebur, dan mangurip antara bhuana agung (makrokosmos) dan bhuana alit (mikrokosmos),” bebernya.
Gungde Rama menegaskan, dalam konteks inilah Tari Kamandalu hadir sebagai doa yang hidup. Gerak, ritme, dan ruang menjadi medium komunikasi antara manusia dengan semesta, sebuah upaya spiritual untuk merawat keseimbangan dan keharmonisan hidup.
“Lebih dari sekadar pertunjukan, Kamandalu menegaskan kembali nilai-nilai kearifan lokal Bali: bahwa kehidupan yang lestari hanya dapat terwujud melalui kesadaran akan harmoni antara manusia, alam, dan kekuatan spiritual yang melingkupinya,” terangnya.
Untuk garapan Tari Kamandalu ini, Gungde Rama melibatkan Ni Nyoman Budawati S.Sn sebagai consultan, Art Director dipercayakan pada I Gusti Ngurah Krisna Gita S.Sn.,M.Sn, koreografer kepada Aditya Kristanto dan Pande Niken Mirantika serta Costume Creative oleh I Gusti Ngurah Arya Dharma Yoga. [B/darma]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali