Dihari Pertama, “Singaraja Literary Festival” Diwarnai Lomba, Workshop dan Bedah Buku
Singaraja Literary Festival diawali dengan lomba membaca puisi tingkat SD se-Bali yang berlangsung di Gedung Sasana Budaya, Buleleng, Jumat 29 september 2023 pagi. Puluhan anak-anak ini tampil dengan percaya diri, vokal jelas, intonasi kuat dan penuh penjiwaan.
Tentu saja menarik, karena tujuan lomba ini untuk mengembangkan keterampilan berbicara, kemampuan interpretasi puisi, dan kepercayaan pada diri anak-anak. Apalagi, para peserta menampilkan puisi-puisi pilihan dengan penuh semangat, sehingga dewan juri dan penonton yang hadir terpesona.
“Kegiatan ini memang dirancang untuk meningkatkan kepedulian masyarakat Buleleng terhadap sastra. Tujuannya, untuk meningkatkan kepedulian masyarakat Buleleng terhadap sastra, karena mengangkat tema kesusastraan,” kata Penggagas Singaraja Literary Festival, Kadek Sonia Piscayanti, disela-sela lomba.
“Festival ini mengangkat kesusastraan, Singaraja di masa lalu adalah pusat intelektualisme bangsa, melalui kegiatan sastra ini bertujuan untuk meningkatkan kembali kekuatan Buleleng sebagai pusat sastra,” jelas Sonia.
Pembina peserta SD Negeri 4 Bebetin, Ketut Trisnayanti (25) memberikan dukungan penuh kepada peserta, serta membantu mereka dalam memahami makna puisi, intonasi yang tepat, serta ekspresi wajah yang sesuai dengan isi puisi yang dibacakan.
“Kami membimbingnya dengan menghafal terlebih dulu. Setelah itu, kami arahkan untuk menguasai teks, mereka diberikan gaya tubuh agar sesuai dengan teksnya. Sekolah kami sangat mendukung kegiatan ini karena kebetulan sekolah kami sekolah penggerak,” ungkapnya.
Dewan juri yang terdiri dari para profesional dalam bidang sastra dan pendidikan memberikan penilaian atas penampilan masing-masing peserta. Dewa juri tak hanya mengevaluasi kemampuan membaca, tetapi juga menilai pemahaman peserta tentang makna puisi yang mereka bacakan.
Kegiatan ini dapat mendukung perkembangan literasi di kalangan anak-anak. Minat baca yang dibangun sejak dini akan menjadi landasan yang kuat bagi perkembangan akademis dan pribadi mereka di masa depan. “Ajang ini sangat positif karena sebagai cara untuk mendorong anak-anak memahami dan mengapresiasi puisi sebagai bentuk seni tulis yang indah,” ungkap Trisnayanti.
Lomba ini diikuti sebanyak 55 peserta dari 32 Sekolah Dasar di Bulleng. Lomba ini menetapkan Luh Laksmi Putri Maharani (SD Dana Punia), Marvlynia Devani Naramessakh (SD Negeri 3 Bungkulan), dan Kadek Widya Febriana (SD Negeri 3 Bungkulan) sebagai Juara I, II dan Juara III.
Workshop menulis kreatif (guru) di Museum Buleleng
Sadar ataupun tidak, kegiatan workshop menulis kreatif ini dapat membantu menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih kreatif. Bahkan, memungkinkan siswa untuk mengungkapkan diri mereka dengan lebih baik melalui tulisan mereka.
Ini adalah langkah menuju meningkatnya pemahaman sastra dan penulisan kreatif yang dapat membawa dampak positif pada pendidikan di daerah ini. “Kegiatan penulisan kreatif ini merupakan hal yang penting untuk dipelajari oleh tenaga pendidik,” kata pemateri workshop, Made Adnyana Ole.
Selama ini, banyak guru yang menulis sama penulisan dengan karya ilmiah. Banyak dari mereka yang belum mengtahui penulisan kreatif, padahal sekarang dunia memerlukan karya-karya tulis kreatif, sehingga orang-orang awam itu tahu banyak hal tentang ilmu pengetahuan.
Nah, penulisan kreatif bisa dikenalkan ke sekolah-sekolah, karena anak-anak itu diajarkan bercerita tentang mendeskripsikan dirinya dan perasaan,” papar pria yang juga penggagas Singaraja Literary Festival ini.
Kegiatan workshop ini memang mendapat sambutan dari para guru. Dengan mengikuti kegiatan workshop menulis kreatif ini, akan mendapatkan pelajaran baru khususnya mengenai cara menulis kreatif. “Karena itu, saya mengikuti kegiatan Singaraja Literary Festival ini,” kata salah satu peserta, Irhas Mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha.
Workshop ini bertujuan untuk menyelesaikan kegiatan Kuliah Studi Lapangan (KSL). “Kesan dari kegiatan ini, saya mendapatkan hal baru dari bentuk penulisan kreatif dan merupakan ilmu baru juga bagi saya. Terlebih saya sebagai mahasiswa jurusan bahasa Indonesia,” sebutnya.
Dalam penulisan itu, Irhas merasa mendapatkan hal-hal di sekitarnya yang dapat diaplikasikan dalam bentuk tulisan. Maka itu, program ini diharapkan akan membantu menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih kreatif dan memungkinkan siswa untuk mengungkapkan dirinya dengan lebih baik melalui tulisan.
“Ini adalah langkah menuju meningkatnya pemahaman sastra dan penulisan kreatif yang dapat membawa dampak positif pada pendidikan di daerah ini,” pungkas Irhas serius.
Bedah buku “Filosofi Teras”
Suasana berbeda ketika waktu menunjukan tepat pukul tiga sore. Penulis nasional, Henri Manampiring yang didampingi Kadek Sonia Piscayanti selaku founder dari Komunitas Mahima, membicarakan karya terkenalnya, Filosofi Teras.
Itulah acara bedah buku “Filosofi Teras” yang berlangsung di Gedong Kirtya Buleleng. Buku “Filosofi Teras”tersebut dibedah oleh Sonia Pisca yang berfokus pada “Trikotomi Kendali”. Itu kemudian dipaparkan oleh Henri, dalam bukunya, yakni memegang manusia dalam konteks bahwa hidup rileks namun bukan berarti menjadi malas.
Pada kesempatan itu, Sonia Pisca juga menyinggung terkait Stoisisme yang ada pada buku “Filosofi Teras”. Memberi pengertian bahwa manusia harus menggunakan nalar dan rasionalitas yang kemudian dihubungkan dengan “Trikotomi Kendali”.
Dalam hal hidup, manusia kebanyakan menginginkan hidup yang bebas jauh dari emosi negatif. Hal ini dapat dilakukan apabila manusia memiliki kendali terhadap dirinya sendiri.
Sementara Henri menyampaikan, terkait dengan hubungan erat antara Filosofi Teras, Filsafat, dan Kegiatan Singaraja Literary Festival ini. “Bagaimana sebuah ide bisa menembus jaman. Dimana event-event literasi dan ilmu filsafat bisa dikatakan terus maju sesuai jaman yang terus berkembang pesat,” jelasnya.
Henri memberi tanggapan positif terkait kegiatan literasi ini. “Menyenangkan dan dapat menghidupkan minat baca. Semoga dapat melahirkan penulis-penulis penerus berikutnya di Indonesia,” harap Henri.
Pihak gramedia Bali, Ari, memberikan kesan positif dari adanya kegiatan Singaraja Literary Festival ini. “Menguntungkan bagi gramedia dan juga masyarakat luas, yang kemudian dapat menambah literasi dan informasi bahwa buku-buku yang ada di gramedia banyak penulis hebat” ucapnya.
Selain mata acara yang telah disebutkan di atas, untuk hari pertama, juga telah terlaksana diskusi “Teks Soal Tubuh-Lalu dan Kini” di Museum Buleleng dan “Public Lecture” yang disampaikan oleh Sugi Lanus di Gedong Kirtya.
Ada kurang lebih 30 program di dalam festival terdiri dari lomba, workshop, kuliah umum, diskusi public, bedah buku, pameran, akustik musik, teater dan tari, serta pertunjukan naratif dalang dan kolaborasi lintas komunitas. Acara ini berlangsung sejak 29 September hingga 1 Oktober 2023 di Kawasan Gedong Kirtya Buleleng. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali