Pameran Seni Rupa ‘Refined: Dinamika Simbolisme Keseharian’ di ARTspace ARTOTEL Sanur
Lahir, hidup, dan mati merupakan sebuah siklus yang dialami oleh setiap manusia dan makhluk hidup di muka bumi ini. Dalam proses menjalani hidup itu, tentu banyak hal yang bisa dirasakan, pun dialami oleh perupa.
Hal besar maupun kecil dalam kehidupan ini akan membentuk rangkaian kisah dalam ingatan maupun perasaan masing-masing perupa. Simbolisme keadaan sehari-hari yang penuh perjuangan menjadi benang merah kekaryaan perupa dalam pameran Refined secara artistik dan estetik.
Itulah gambaran pameran bersama bertajuk “Refined: Dinamika Simbolisme Keseharian” yang digelar di ARTspace ARTOTEL Sanur. Pameran dibuka oleh Dr. I Wayan Sujana “Suklu”, S.Sn., M.Sn. pada Rabu 11 Desmber 2024 dan berlangsung hingga Selasa, 11 March 2025
Kurator pameran Refined, Savitri Sastrawan mengatakan, tajuk “Refined” ini membingkai keberagaman karya para perupa ini bergaya realisme yang menghasilkan lukisan tiga dimensional dan dekoratif yang menghasilkan lukisan dua dimensional.
Hal itu bisa dilihat dari kekaryaan Agus Ramantha, Gusti Ngurah Eko B., I Kadek Ari Anggawan, dan Komang Suardiana yang menggunakan bentuk-bentuk objek realis menjadi simbolisme daripada realita maupun dikreasikan secara surealisme.
“Dinamika kehidupan yang dicerminkan masing-masing perupa berbentuk tiga dimensional,” ucap Savitri yang selalu aktif dalam mendorong para seniman muda ini untuk berpameran.
Menurutnya, dengan bentuk yang realis ataupun surealis itu, penikmat seakan diajak berkelana bersama objek-objek, elemen-elemen dan warna realis yang disuguhkan, entah berukuran manusia maupun pandangan dari jauh.
“Ada beragam cerita dari perjuangan perempuan, memori masa kanak, perihal ekonomi, serta hubungan manusia dengan alam sampai yang spiritual,” bebernya gamblang.
Savitri mengatakan, pencahayaan pada kekaryaan mereka bagai memancarkan pantulan akan kehidupan kita sendiri juga, pancaran emosi yang ingin disampaikan oleh para perupa.
Sedangkan dari I Gede Wira Dharma P., I Kadek Sutendra dan I Wayan Hermawan “Rambo” menggunakan gaya yang cenderung dekoratif dengan pendekatan naif serta mengadaptasi elemen-elemen lukis tradisi Bali seperti Wayang Kamasan.
Menariknya, lanjut Savitri secara keseluruhan Gede Wira, Sutendra dan Rambo sangatlah bersifat dua dimensional, datar, namun tetap dinamis dan tidak statis. Kekaryaan mereka aeakan mengajak berkelana akan peristiwa-peristiwa tertentu yang sudah disimbolisasikan dengan bentuk-bentuk tertentu.
Seperti berwisata bersama keluarga bertemu binatang-binatang, tumbuhan dan binatang sebagai ekspresi perasaan, dan sifat manusia serta kesadarannya untuk lebih bijaksana, sehingga masing-masing perupa ini memiliki keunikan dalam menyampaikan ekspresi mereka.
Pameran ini juga merupakan wadah bagi para perupa untuk berkumpul dan berbagi cerita bersama. Kiranya pameran ini dapat menjadi penyambung percakapan antara audiens yang saling mengenal maupun tidak mengenal.
“Hal itu pasti, karena pameran ini dapat berbagi tentang capaian-capaian artistik dan estetik yang memungkinkan,” tutup Savitri serius. [B/tri]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali