Seminar dan Pameran Sri Nadi Persiapan Monumen Perjuangan Rakyat Bali Menuju Digitalisasi

 Seminar dan Pameran Sri Nadi Persiapan Monumen Perjuangan Rakyat Bali Menuju Digitalisasi

Pameran Sri Nadi persiapan Monumen Perjuangan Rakyat Bali menuju digitalisasi/Foto: darma

JAMAN terus bergerak, maka strategi mengelola museum pun mesti berubah. Penyajian berbagi koleksi pun digarap lebih menarik dan mudah diakses. Maka jangan heran, pengelola museum beradaptasi dengan teknologi, sehingga medapat perhatian anak-anak di jaman Gen Alpha.

Sebut saja Monumen Perjuangan Rakyat Bali tengah mempersiapkan digitalisasi koleksi untuk menjangkau audiens lebih luas, serta meningkatkan pengalaman pengunjung menjadi lebih interaktif. Hal itu diawali dengan melaksanakan seminar digitalisasi dan pameran subak.

Pameran bertajuk “Sri Nadi” itu dimulai hari ini, Senin 22 Desember 2025 dan berakhir hingga 24 Desember 2025. Saat pameran berlangsung, pengunjung pasti mendapatkan sesuatu yang lebih di monument yang melambangkan perjuangan heroik rakyat Bali itu.

Pameran ini menampilkan berbagai alat pertanian, hasil pertanian dan berbagai jenis upacara yang sudah menjadi budaya subak di Bali. Termasuk tika, kalender tradisional Bali. Ada di areal pameran, serasa diajak berkelana di lingkungan subak yang asri.

Baca Juga:  “Megandu” di Areal Persawahan Museum Subak Tabanan

Suara gamelan sejenis rindik berpadu bleganjur dimainkan dengan mesin, alat modern yang dirancang secara khusus. Gamelan rindik bertingkat, seperti piano bisa dimainkan pengunjung yang memang memiliki bakat megamel. Pameran itu berada di lantai atas di ruang sebelah timur.

Selain pameran Sri Nadi ini sebagai persiapan koleksi monumen masuk Era Digital, Monumen Perjuangan Rakyat Bali juga melaksanakan seminar bertajuk “Strategi Digitalisasi Koleksi Subak dalam Mendukung Pelestarian Budaya”.

Seminar ini menghadirkan Pamong Budaya Ahli Utama Drs. Siswanto, M.A., CEO & Founder MySkill Angga Fauzan, serta akademisi ITB Stikom Bali I Made Suandana Astika Pande, S.Kom., M.Kom. dan diikuti oleh pekerja dan pengelola museum di Bali.

Direktur Sejarah dan Permuseuman Kementerian Kebudayaan RI, Prof. Dr. Agus Mulyana, M.Hum., yang hadir pada pembukaan pameran itu mengatakan, digitalisasi merupakan langkah strategis untuk menjaga jejak kearifan lokal, khususnya subak.

Baca Juga:  ‘Natya Sani’ Menganugrahkan ‘Abisatya Sani Nugraha’ Kepada 50 Pengabdi Seni dan Budaya di Desa Peliatan

Subak sebagai warisan budaya masyarakat Bali. Subak tidak hanya sistem irigasi pertanian, tetapi juga ruang praktik nilai-nilai budaya, kepercayaan, dan ritual yang mencerminkan harmoni hubungan manusia dengan alam.

“Dalam praktik subak terdapat berbagai seremoni berbasis budaya dan keyakinan menunjukkan harmonisasi manusia dan alam. Di era modern saat ini, relasi itu mulai terganggu, bahkan memicu bencana. Karena itu, digitalisasi penting agar kearifan lokal ini terdokumentasi dan tidak hilang,” ujarnya.

Prof. Agus Mulyana menerangkan, pengakuan subak sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO bukan sekadar simbol, melainkan tanggung jawab untuk melakukan pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan.

“Pelestarian berbasis digital diharapkan menjadi pembelajaran bagi generasi muda, sekaligus fondasi membangun modernisasi yang berakar pada budaya,” tegasnya.

Baca Juga:  “Gamelan Digital” Lestarikan Seni Dengan Teknologi Solusi Kreativitas Dimasa Pandemi

Pemerintah pusat, lanjut Prof. Agus Mulyana siap mendukung melalui penguatan sarana prasarana, alokasi anggaran, hingga program revitalisasi yang direncanakan berlanjut pada 2026.

Sementara itu, Kepala UPTD Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Gede Nova Widiarta, SSTP, MAP, menilai digitalisasi museum menjadi pintu masuk efektif untuk menarik minat generasi muda.

Karena itu Monumen Perjuangan Rakyat Bali tengah dirancang menjadi museum digital agar masyarakat tidak hanya melihat koleksi secara konvensional, tetapi dapat mengakses narasi dan makna sejarah secara lebih interaktif.

“Ke depan, museum tidak hanya soal melihat koleksi fisik. Digitalisasi memungkinkan pengunjung, khususnya pelajar, memahami kisah perjalanan Bali hingga masa kemerdekaan secara lebih aktual dan menarik. Kami berharap program ini dapat mulai diimplementasikan tahun depan,” ujarnya.

Baca Juga:  Rip Curl Gelar Eco Festival, Dibuka Beach Clean Up Ditutup Penampilan Tjok Bagus dan Navicula

Program digitalisasi koleksi ini upaya untuk memperluas aksesibilitas publik sekaligus melestarikan koleksi-koleksi yang rentan rusak dengan menghadirkan salinan digital.

Selain menjaga keberlanjutan arsip sejarah, digitalisasi juga diharapkan meningkatkan pengalaman pengunjung, memperkuat fungsi edukasi dan riset, serta menjaga relevansi museum di tengah arus teknologi yang kian pesat.

Susan, wisatawan mancanegara yang mengunjungi pameran tersebut, menilai Sri Nadi sebagai komunikasi mendalam tentang budaya subak Bali yang telah berusia lebih dari 1.000 tahun. “Pameran yang dikuratori Kadek Wahyudita ini menegaskan makna hidup kolektif manusia yang selaras dan penuh hormat terhadap Bumi,” sebutnya.

Bersamaan dengan pameran itu, seminar “Strategi Digitalisasi Koleksi Subak dalam Mendukung Pelestarian Budaya” itu berlangsung di ruang yang berbeda.

Baca Juga:  4 Seniman Menerima Dharma Kusuma,10 Seniman Kontemporer Menerima Bali Jani Nugraha

Walau pesertanya didominasi para pekerja dan pengelola museum, namun tetap hangat. Pertanyaan dan pendapat disampaikan dalam sesi tanya jawab dalam seminar yang dimoderatori oleh Dr. NLP Dewi Ardhiyanti, SE.,M.Si ini.

Angga Fauzan memaparkan digitalisasi itu penting ada di jaman sekarang. Digitalisasi bukan memindahkan barang atau benda ke dalam media digital, tetapi tetap di adaptasi sesuai dengan anak di jaman alpha.

Anak-anak di jaman sekarang sedikit yang mau membaca buku, maka koleksi yang ada di monumen penting ada di dalam digital. Anak-anak sekarang hanya melihat dari segi indah dan bagusnya saja, tidak mau mencari lebih detail.

Angga Fauzan lalu mencontohkan ketika anak-anak di jaman alpa melihat Candi Borobudor, hanya bagus untuk slfie, tanpa mau menyelami sejarah, filosofi dan lainnya. Maka itu, dalam digitalisasi akan dilengkapi dengan cerita-cerita. [B/darma]

Related post