Taksu Jagaraga, Pameran Asosiasi Seniman Singapadu di ARMA Ubud

 Taksu Jagaraga, Pameran Asosiasi Seniman Singapadu di ARMA Ubud

Asosiasi Seniman Singapadu gelar pemaran ‘Taksu Jagaraga’ di ARMA Ubud/Foto: dok. Asosiasi Seniman Singapadu

ASOSIASI Seniman Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar menggelar pameran seni bertajuk ‘Taksu Jagaraga’ di di Agung Rai Museum of Art (ARMA) Ubud. Pameran ini didukung sebanyak 91 seniman, maestro hingga seniman muda berbakat.

Pameran yang juga sebuah gelar seni itu menampilkan sebanyak 126 karya seni rupa meliputi topeng, lukisan, patung, tatah kulit, desain, dan fotografi. Pameran ini didukung sebanyak 91 seniman, maestro hingga seniman muda yang menyajikan karya inovasi masing-masing.

Pameran dibuka oleh Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Bali, Prof. Dr. I Wayan ‘Kun’ Adnyana, pada Minggu 14 September 2025 yang dimeriahkan kolaborasi dengan Fakultas Pendidikan Universitas Hindu Indonesia Denpasar dan Sekaa Barong Cilik Singapadu.

Menarik dari pendukung pameran ini, menyajikan karya inovasi masing-masing seniman, dan merupakan representasi dari gagasan, bentuk dan penampilan yang sangat unik. Pengunjung dari berbagai kalangan, baik itu dari seniman rupa, pertunjukan, desain, fotografi dan lainnya.

Baca Juga:  “Cinderella” Kisah Teater Ombak dalam Ajang OPERA'SI 4.0

“Pameran ini sebuah peristiwa yang akan menjadi salah satu catatan penting bagi perjalanan kesenian Desa Singapadu khususnya Asosiasi Seniman Singapadu,” kata Ketua Asosiasi Seniman Singapadu, Cokorda Alit Artawan.

Para seniman yang karya-karyanya ikut dipamerkan itu, antara lain I Wayan Pugeg, Tjokorda Raka Tisnu, I Ketut Kodi, I Made Supartha, I Wayan Jana, I Made Ardika, I Ketut Sugantika Lekung, I Wayan Sukarya, I Made Salin, I Kadek Erik Saputra, dan Tjokorda Alit Artawan.

Pameran seni rupa itu tak hanya memajang karya seni yang menarik, tetapi juga diikuti dengan Seminar Seni yang akan membahas mengenai perkembangan seni rupa di Desa Singapadu, dan mengenai seni pertunjukan yang nyata memiliki tradisi sangat panjang di Desa Singapadu.

Dalam seminar itu akan manghadirkan para panelist terdiri diri dari Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST, MA., Prof. Dr. Komang Sudirga, S.Sn., M.Hum., Dr. N.L.N. Suasthi Widjaja Bandem, SST., M.Hum., Dr. I Ketut Kodi, SSP., M.Si., Dr. Ni Made Wiratini, SST., MA.

Baca Juga:  Peluncuran Buku ‘Agung Rai Museum of Art The Sidelined Prince and His Collection’. Perayaan Kecintaan Terhadap Seni Budaya

Ada pula I Wayan Sutirtha, S.Sn., M.Sn., I Wayan Darya, S.Sn., I Made Budiartha, S.Sn., M.Si., dan seniman lainnya yang telah memiliki pengalaman di tingkat nasional dan internasional.

Suasana pembukaan pameran ‘Taksu Jagaraga’, Minggu 14 September 2025/Foto: dok. Asosiasi Seniman Singapadu

Serangkaian dengan pameran “Taksu Jagaraga” itu juga dimeriahkan dengan Parade Bapang Barong dan Rangda dengan menampilkan I Wayan Musliana (Nano Singapadu), Kadek Bayu Surya Wijaya (Kadek Moni), dan Dewa Adit (penerus Bapang Barong Singapadu).

“Untuk parade Tari Rangda, menghadirkan Jero Mangku Dalem Serongga, Guru Tuyik Waisnawa, dan Dewah (generasi muda penari Rangda Singapadu),” ujar Cokorda Alit Artawan.

Menurutnya, Taksu Jagaraga sebagai tema dimaknai dengan kesiagaan (jaga) diri (raga) para seniman Desa Singapadu dalam menggeluti dan menjalankan profesi seni masing-masing yang senantiasa responsif, kreatif dan kontemplatif terhadap dinamika kehidupan seni dan budaya baik yang terjadi di sekitarnya maupun terjadi pada masyarakat luas.

Baca Juga:  7 Dosen ISI Denpasar Pamerkan 43 Hasil Karya Program P2S di ARMA Ubud. Angkat Tema “Ngerupa Guet Toya”

Seniman Singapadu telah membangun identitasnya dari masa lalu sampai kini yang memiliki nilai tinggi dan berpengaruh bagi perkembangan seni rupa dan seni pertunjukan di Singapadu, Gianyar, Bali bahkan mengglobal.

“Bagaimana seniman muda Singapadu melanjutkan dengan gagasan-gagasan baru sesuai dengan nuansa zaman sehingga tercipta karya kreatif kekinian yang mampu menguatkan identitas seni dan budaya Singapadu,” papar seniman junior serba bisa ni.

Prof. Dibia dalam tulisan “Memaknai Pameran Seniman Desa Singapadu” terkait dengan pameran itu menyebutkan, pameran merupakan ajang istimewa bagi para seniman rupa, termasuk perajin, untuk mempertunjukkan eksistensi diri.

Melalui pameran para seniman mempertontonkan hasil karya yang berhasil mereka ciptakan kepada publik pencinta seni. Tidak jarang, melalui pameran seniman juga bisa menawarkan konsep berkarya atau teknik baru dalam berolah cipta seni.

Baca Juga:  Press Call Bali Berkisah di ARTOTEL Sanur: Tiga Pemenang Baca Puisi, Empat Penulis Muda Bagi Pengalaman

Lalu, terkait “Tema Jagaraga” mengandung makna yang sangat dalam. Penyatuan dua kata yang terangkai dalam tema ini, yaitu jaga yang dapat diartikan dengan menjaga atau bersiaga, dan raga yang berarti diri, yakni seniman itu sendiri, seolah-olah mengingatkan para seniman Desa Singapadu agar dalam menjalankan profesi masing-masing untuk senantiasa reaktif, kreatif, dan progresif dalam merespon, membaca dan menyikapi dinamika kehidupan seni dan budaya yang terjadi di sekitar mereka, di lingkungan daerah, maupun yang terjadi di kalangan masyarakat luas.

Hanya dengan cara seperti ini para seniman Desa Singapadu akan mampu melakukan kreativitas tiada henti untuk melahirkan karya-karya baru yang bukan saja sesuai dengan tuntutan zaman, namun lebih penting lagi yang menampilkan identitas diri yang kuat.

Kehadiran karya-karya seni yang mengintegrasikan ketiga hal ini akan menjadi pembeda karya seniman Desa Singapadu dengan karya-kraya para seniman dari daerah lainnya.

Baca Juga:  Bulan Bahasa Bali VII: Lomba Menggambar Satua Bali Cara Mengenal Aksara, Sastra dan Bahasa Bali

Karya seni para maestro Desa Singapadu ditampilkan, seperti almarhum Cokorda Oka Tublen, I Wayan Pugeg, I Ketut Muja, dan Cokorda Raka Tisnu merupakan bukti nyata dari kuatnya kehidupan seni di Desa Singapadu, dan menjadikan pameran ini sebuah untaian sejarah seni.

Sedangkan Prof. Bandem dalam tulisan “Taksu Jagaraga” mengatakan, Jagaraga sebuah kata kiasan yang berarti “menjaga diri sendiri.” Menjaga diri sendiri berarti menanam benih-benih pengetahuan terhadap diri sendiri.

Seperti yang diungkapkan oleh sastrawan besar Bali, Ida Pedanda Made Sidemen, “tusing ngelah karang sawah, karang awake tandurin.” Tidak memiliki tanah sawah, tubuh sendirilah yang ditanami dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Pada umumnya taksu lebih sering dikaitkan dengan karya-karya yang memiliki unsur sundaram (keindahan) dan tentu pilar itu tak dapat dipisahkan dari dua pilar lain dalam falsafah kehidupan orang Bali, yaitu siwam (kesucian), dan satyam (kebenaran).

Baca Juga:  I Made Putra Wijaya: Pencipta Tari Pendet Pemendak Puspa Hredaya Itu Menerima ‘Abisatya Sani Nugraha’

Desa Singapadu memiliki luas sekitar 6500 hektar dan penduduk sekitar 7000 orang. Di Desa Singapadu kini bersemai sejumlah seniman besar, baik seniman seni rupa, seni pertunjukan, seni sastra, dan media.

Di bidang seni rupa Ida Tjokorda Api telah menurunkan pewarisnya seperti Tjokorda Oka Tublen dan Tjokorda Raka Tisnu, maestro seni Barong dan Rangda yang menjadi protipe seni patopengan yang ada sekarang.

Di bidang seni pertunjukan maestro I Wayan Geria, I Made Kredek dan Tjokorda Oka Tublen juga berkolaborasi menciptakan dramatari Barong Kuntiseraya yang menjadi ikon seni pertunjukan wisata kontemporer.

Generasi muda banyak meniti kariernya mulai dari pendidikan Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR), Konservatori Karawitan Indonesia (KOKAR) Bali, dan Institut Seni Indonesia (ISI) Bali menjadikan mereka seniman mahir dan memiliki karisma yang tak lekang oleh perubahan zaman. Mereka memiliki taksu, atau karisma, dalam setiap karya yang diciptakan. [pur]

Related post