Generasi Muda Adu Kepiawaian ‘Ngwacén’ Lontar ‘Wayah’ di Bulan Bahasa Bali

 Generasi Muda Adu Kepiawaian ‘Ngwacén’ Lontar ‘Wayah’ di Bulan Bahasa Bali

Ni Made Dwi Ocha Mahayani siswa SMA Negeri 4 Denpasar duta Kota Denpasar/Foto: darma

Senang dan gembira dirasakan I Putu Bagus Sidiana Sanggiawan, siswa SMA Negeri 1 Tabanan yang menjadi duta Kabupaten Tabanan saat ditetapkan sebagai Juara I Wimbakara (Lomba) Ngwacén (membaca) Lontar Bulan Bahasa Bali (BBB) VII.

Sementara di posisi juara II dan III masing-masing diraih oleh Putu Putri Diana Pertiwi, siswi SMA Negeri 1 Blahbatuh sebagai Duta Kabupaten Gianyar, dan Ni Made Dwi Ocha Mahayani siswa SMA Negeri 4 Denpasar sebagai duta Kota Denpasar.

Lomba Ngwacén lontar ini diikuti sebanyak 9 peserta merupakan perwakilan kabupaten dan kota di Bali. Mereka saling adu kemampuan dalam membaca lontar yang berlangsung di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Rabu 19 Pebruari 2025.

Semangat, dan rasa percaya diri mereka, sungguh menginspirasi. Para peserta adalah anak-anak muda yang masih berstatus pelajar, setingkat SMA dan SMK. Itu bukan menjadi halangan bagi mereka untuk belajar membaca aksara Bali yang tersurat di dalam lontar kuno itu.

Baca Juga:  Bulan Bahasa Bali, Teater 3 Garap Kisah Cinta Made Sarati dan Dayu Priya

Satu cakep lontar sudah disiapkan panitia di atas dulang di atas stage presenium itu. Setelah dipanggil MC, satu-persatu peserta memasuki stage, lalu duduk mengucapkan panganjali, membuka lontar, kemudian mulai membacanya.

Lontar itu dibaca secara estafet. Peserta pertama membaca lembaran lontar pertama yang terdiri dari dua halaman. Usai membacanya, kemudian ditutup kembali. Peserta berikutnya yang mendapat giliran kembali membuka cakep lontar itu, lalu mencari lembaran berikutnya.

Sayangnya, tidak semua peserta lancar membaca lontar itu. Masih banyak yang terputus-putus, bahkan ada yang terdiam dalam waktu yang lama. Ada pula, peserta yang berkali-kali menarik nafas, lalu kembali tancap gas untuk membaca lontar selanjutnya.

Apakah itu sebuah trik, apa memang tidak mengerti maksud sehingga lambat membacanya. Walau demikian, semua peserta membaca lontar secara tuntas, meski klenong, salah satu alat gamelan gong kebyar iyu berbunyi.

Baca Juga:  Di Bulan Bahasa Bali, Sanggar Seni Kebo Iwa Sajikan “Kawisesan Mahosadhilata”

Ni Made Dwi Ocha Mahayani siswa SMA Negeri 4 Denpasar yang mendapat undi 3 tampak berhati-hati. Setiap aksara dibacanya secara pelan, walau terkesan lambat. Ia membaca lontar lembar dengan bolak balik.

Vokalnya lumayan besar dan jelas dan intonasinya kuat, namun terkesan baru belajar membaca lontar. “Saya baru belajar membaca lontar. Ini hobi, dan bukan keturunan penembang atau memiliki warisan lontar,” katanya.

Berbeda dengan Kade Widya Kusumasari yang mendapat undi 4. Siswa SMA Negri 1 Banjar, Singaraja ini sangat lancar membaca. Suaranya cukup besar dan dalam. Ia mampu mengatur waktu, sehingga pas.

Kade Widya, sebelumnya sebagai juara 1 membaca lontar di kabupaten Bululeng. “Saya rajin mengikuti acara pesantian di sekolah, serta suka ikut lomba mewirama dan pidato bahasa Bali,” paparnya.

Beda lagi dengan I Putu Bagus Sidiana Sanggiawan, siswa SMA Negeri 1 Tabanan ini. Remaja asal Desa Pejaten ini hanya mengandalkan percaya diri saja. Ia telah berusaha membaca lontar itu sesuai dengan yang disiapkan sebelumnya.

Baca Juga:  Belajar Seni Kekebyaran Karya Maestro I Wayan Rindi di PKB XLVI

Ternyata, aksara itu berbeda dengan yang dipelajarinya. “Saya harus menguras kemampuan untuk dapat memahami aksara itu, “ujar Bagus Sidiana Sanggiawan yang mengaku tak memiliki darah seni ataupun diwarisi lontar.

Sedangkan Putu Putri Diana Pertiwi, siswa kelas 11 SMA Negeri 1 Blahbatuh ini bermodal dari pengalaman mengikuti lomba sebelumnya. Ia pernah sebagai juara I lomba nyurat lontar di kabupaten Gianyar, Juara Harapan I nyurat aksara Bulan Bahasa Bali 2023.

Ia tetap melatih aksara dari guru les. Darah seni itu mungkin mengalir dari kakek yang tahu aksara dan neneknya sebagai juru santi. “Meski telah melakukan periapan, saya tetap berusaha membaca lontar yang aksaranya beda itu,” ungkapnya.

Pemenang dan dewan juri lomba ngwacén lontar Bulan Bahasa Bali (BBB) VII/Foto: darma

Dewan Juri, Prof. I Made Surada mengatakan, sangat wajar para peserta yang tampil kali ini tidak lancar membaca lontar. Sebab, lontar itu tergolong baru, dan didalamnya ada istilah-istilah baru yang mereka, anak-anak muda belum kenal.

Baca Juga:  Debat Mabasa Bali, Para Yowana Pasih Berbahasa Bali

Berbeda dengan lomba membaca lontar tahun lalu, yang memakai cerita, sehingga dipahami oleh peserta. “Saya sangat bangga dengan anakk-anak ini. Mereka memiliki semangat tinggi dalam membaca lontar, walau dalam membaca lontar itu tidak mulus,” ujarnya.

Semua peserta memiliki kesalahan dalam membaca. Namun, dari segi vocal, semua peserta memiliki kualitas vocal yang bagus. Hanya saja, karena tidak mengerti akhirnya mereka salah baca. Intonasinya juga rata-rata menarik.

Jika maknanya dipahami, maka intonasinya akan bagus dilakukan. Dari segi keutuhan, mereka diberikan waktu 10 menit mampu membaca secara utuh. Lalu, ketepatan membaca dan penampilan yang rata-rata bagus.

Termasuk dalam segi menyimak, mereka tampak bagus kalau memang mamahami makna teks itu. “Jenis lontar yang dibaca ini terlalu “wayah”, yang tidak sesuai dengan umur para peserta yang setingkat SMA dan SMK ini,” katanya.

Baca Juga:  “Ranu Murti” Drama Musical Sandyagita ISI Denpasar. Sesolahan Pembukaan Bulan Bahasa Bali ke-4 Tahun 2022

Jenis lontar tersebut masuk kategori Teologi Hindu, yakni tentang para Dewa atau Bhatara-bhatara yang beristana di Puta Besakih kemudian Dewa Dewa yang beristana pada setiap penjuru mata angin, lalu dikaitkan dengan pura pura sesuai dengan penjuru mata angin tersebut.

Isi lontar secara umum adalah menguraikan tentang Bhatara Bhatara atau para Dewa Ista Dewata yang wajib disungsung oleh desa adat di Bali. Selain itu, juga menguraikan tentang Pura Penataran Agung di Besakih.

“Mohon maaf, kami melihat lontar ini cukup baru, tata tulisnya masih banyak yang kurang, terutama pasang aksara banyak yang menyimpang,” imbuhnya.

Karena itu, lanjut Prof. Surada, jenis lontar yang dibaca ini untuk seumuran para peserta terlalu jauh. Maka, wajar mereka tak terlalu lancar membacanya. Bagaimana mereka membaca, kalau mereka tidak memahami dari maksud dari tulisan itu.

“Kalau orang-orang yang mengetahui Teologi tidak masalah dalam membacanya. Tetapi, kami mengagumi penampilan para peserta lomba baca lontar kali ini yang sangat lumayan, meskipun semua peserta ada yang salah,” imbuhnya.

Baca Juga:  Konservasi Lontar Ida Pedanda Putra Pemaron Sidemen

Artinya, jelas Prof. Surada, tidak ada peserta yang membaca mulus. Semuanya salah. Namun, itu wajar karena istilah-istilah itu baru mereka kenal. Mereka tidak mengerti nama-nama Bhatara, sehingga salah mengucapkan.

“Jujur, kami acungkan jempol kepada anak-anak muda ini. Ini lontar baru, tetapi sudah mampu dibaca oleh anak-anak yang masih berstatus pelajar ini, dan sangat wajar mereka sulit memahami dan menafsirkan kata-katanya,” paparnya. [B/darma]

Related post