Arja Sewagati Khas Jembrana: Arja ‘Negak’ Kisahkan Keluarga Petani dari Geguritan Sewagati
Pernah mendengar atau menyaksikan Arja Sewagati? Kesenian langka ini konon hanya ada di Desa Berangbang, Kabupaten Jembrana. Arja Sewagati ini lahir atau berdiri sekitar tahun 1985 atas ide Gubernur Bali saat itu, yakni Ida Bagus Oka.
Awalnya, masyarakat Jembrana hanya melantunkan geguritan Sewagati yang diwariskan oleh salah satu tokoh masyarakat di sana. Geguritan ini biasa disajikan ketika ada odalan atau masyarakat menggelar upacara. Karena kisahnya yang unik, maka dibuatkan arja negak (duduk).
Arja Sewagati mengalami masa kejataan tahun 1995. Sejak itu, Arja Sewagati kerap kali tampil dalam, ajang PKB. Bahkan, pernah digarap seperti dramatari arja biasa. Artinya, dramatari arja semacam opera khas Bali yang dialognya ditembangkan secara macapat.
Di masyarakat, Arja Sewagati menjadi primadona, sehingga dalam odalam kecil pun, arja yang mengangkat kisah dari Geguritan Sewagati itu tampil. Setelah tahun 2000, Arja Sewagati tak pernah lagi tampil dalam ajang PKB, dan jarang pula ditampilkan di masyarakat.
Pada Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVI, Arja Sewagati dipergelarkan kembali sebagai Duta Kabupaten Jembrana. Kesenian klasik ini dibawakan oleh Sanggar Seni Arja Kerthi Winangun, Kecamatan Negara, Duta Kabupaten Jembrana yang memberi inspirasi. Gamelan geguntangan sebagai iringannya.
Saat itu, mengangkat kisah “Satya Semaya” dan tampil di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, Selasa 2 Juli 2024. Arja ini memang beda dari biasanya, yakni menari dalam posisi “negak” (duduk). Mereka tetap berbusana arja untuk membedakan karakter masing-masing tokoh.
Saat berada di atas panggung, para penari hanya menggerakan badan, tangan dan kepala. Namun, paling penting, adalah ekspresi wajah para pemain yang sesuai dengan tokoh dan kisah yang diangkat. Walau demikian, mereka tampil apik dan penuh tauladan.
Arja Sewagati menampilkan lima tokoh utama, yaitu Ni Ketut Sewagati, I Nyoman Ratna Samara, I Gede Muda Lara serta dua punakawan bernama Punta dan Kartala yang bertugas menterjemahkan tembang-tembang dari semua tokoh itu.
Jumlah tokoh itu akan berbeda, kalau Arja Sewagati tampil di masyarakat. Di samping ke lima tokoh itu, juga ada tokoh ibunya Sewagati, Mekel, Kelian Adat dan lainnya.
Tokoh Ni Ketut Sewagati, I Nyoman Ratna Samara, dan I Gede Muda Lara dalam berdialog dilakukan dengan matembang Sinom Sewagati yang konon satu-satunya ada di Kabupaten Jembrana. Baik dalam suasana sedih, gembira ataupun konflik.
Sementara pemeran Punta dan Kartala menggunakan bahasa Bali lumrah yang bertugas menerjemahkan, sehingga pesan bisa sampai ke penonton. Jika tidak berbusana arja, maka sajian ini mirip kegiatan mesanti saat masyarakat menggelar upacara.
Jika dramatari arja pada umumnya mengangkat lakon adalah cerita Panji (Malat) pada sebuah kerajaan, tetapi berbeda dengan Arja Sewagati kisah percintaan Ni Ketut Sewagati anak penati dengan I Nyoman Ratna Samara. Kisah yang biasa terjadi di masyarakat.
Arja Sewagati diangkat dari cerita yang menceritakan keluarga petani yang memiliki seorang putri nernama Ni Ketut Sewagati yang terkenal kecantikan dan kebaikan hatinya. Ia telah memiliki kekasih tampan dengan budi pekerti dan berbudi luhur bernama I Nyoman Ratna Samara. Mereka mesatya wacana, berjanji untuk tidak menghianati satu sama lainnya.
Parasnya yang cantik, Ni Ketut Sewagati banyak yang tertarik padanya. Termasuk pria kaya raga dan arogan dari Desa Tetangga bernama I Gede Muda Lara. Walau usia terpaut jauh, namun I Gede Muda Lara, tetap berusaha mendekati Ni Ketut Sewagati.
Hal itu dilakukan dengan membantu orang tuanya membawa hasil panen bersama teman-temannya tanpa meminta upah. Cara ini sebagai siasat agar dapat melihat secara langsung kecantikan Ni Ketut Sewagati.
Tanpa berpikir panjang, I Gede Muda Lara melamar Ni Ketut Sewagati melalui kedua orang tuanya dan di setujui. Perasaan Ni Ketut Sewagati menjadi hancur. Ia dihadapkan pada dua pilihan, bakti terhadap orang tua atau setia kepada janjinya kepada Nyoman Ratna Samara.
Singkat cerita, berita tersebut telah sampai kepada kekasihnya I Nyoman Ratna Samara. Setelah mengatahui perjodohan tersebut, I Nyoman Ratna Samara menjadi resah, sehingga memutuskan untuk kawin lari.
Di sisi lain, I Gede Muda Lara mengetahui adanya kawin lari itu. Ia kemudian merasa dihianati oleh kedua orangnya Ni Ketut Sewagati. Ia kemudian datang ke rumah Ni ketut Sewagati untuk mengambil kekayaan yang telah diberikan. Beruntung, aparat desa datang untuk mendamaikan.
Pemeran Kartala, I Gusti Komang Arsudi mengaku lebih sulit menari dalam posisi duduk dari pada dalam posisi berdiri. Menari dalam posisi duduk, ia merasa tidak akan bisa maksimal. Angsel, tanjek, anggut dan pakem-pekam tari lainya tetap dilakukannya.
“Kalau dalam adegan berjalan, kami hanya membayangkan saja berjalan sesuai dengan ilehan gamelan. Namun, untuk tanjek, miles, angguk tetap ada, sehingga penabuh dapat memberikan aksen, sehingga pertunjukan menjadi lebih hidup,” ucap penari utama Arja Sewagati ini.
Sementara Ketua Sanggar Seni Arja Kerthi Winangun I Gusti Ketut Sugiardana mengaku kembali mendapat kesempatan pentas dalam ajang PKB. Ini inisiasi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bidang Kesenian Kabupaten Jembaran yang merekonstruksi kembali.
Selain untuk dipergelarkan dalam ajang PKB, Arja Sewagati ini berharap memiliki penerus, sehingga kesenian ini dapat dilestarikan.[B/darma]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali