‘Ngodakin’ dan Ciptakan Souvenir Okokan: Aktivitas PKM ISI Denpasar di Desa Kukuh Kerambitan

Kelompok Seni Okokan “Omelan I Kayu Bolong” di Banjar Dinas Kukuh/Foto: ist
Pernah menyaksikan kesenian Okokan? Alat musik tradisinal di Bali ini tempak unik. Kesenian ini kerap kali tampil dalam pawai budaya, festival atau acara penyambutan tamu. Ketika disajikan kepada para turis, Okokan yang memiliki suara besar itu mampu memikat setiap tamu yang menyaksikannya. Itu karena Okokan memiliki keunikan, baik bentuk dan cara memainkan.
“Sadar akan keunikannya, maka kami melakukan Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM) pada Kelompok Seni Okokan “Omelan I Kayu Bolong” di Banjar Dinas Kukuh Kangin, Desa Kukuh, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan,” kata Ketua PKM Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Prof. Dr. Drs. I Wayan Swandi, M.Si. nelum lama ini.
Okokan sebagai alat musik tradisi terbuat dari bahan kayu menyerupai kentongan yang bagian dalamnya dilobangi sebagai sumber bunyi, kemudian diisi pemukul yang disebut palit. Kesenian ini dimainkan secara masal, sehingga dalam satu barungan itu terdiri dari okokan yang besar dan ada yang berukuran kecil.
Okokan dimainkan dengan cara menggantungkan pada leher, lalu mengayunkan ke depan dan ke belakang, sehingga mengeluarkan suara “klok, klok, klok” yang saling bersautan antara yang satu dengan lainnya. Kalau, okokan yang kecil disebut keroncongan yang biasa dikalungkan pada hewan sapi atau kerbau.
Kesenian okokan dimainkan oleh beberapa orang dilengkapi dengan permainan kendang untuk menghasilkan suara yang lebih indah. Kesenian okokan, pada awalnya digunakan sebagai sarana hiburan saat menunggu panen padi tiba, selanjutnya dipercaya sebagai sarana untuk mengusir wabah penyakit.
Sekaa kesenian okokan lebih banyak ditemukan di Kabupaten Tabanan yang merupakan daerah agraris di Bali. Termasuk Kelompok Seni Okokan “Omelan I Kayu Bolong” ini yang masih lestari hingga kini. Sayangnya, kesenian okokan “Omelan I Kayu Bolong” mengalami kendala. “Kami merasa perlu berupaya peningkatan kualitas visual alat musik untuk menjaga kelestariannya,” ucap Prof. Swandi.
Kelompok Seni Okokan Omelan I Kayu Bolong biasa dipentaskan pada acara-acara penting, seperti lomba desa, perayaan 17 Agustus, penyambutan pejabat, serta pementasan untuk wisatawan. Okokan juga dipentaskan pada ritual mengusir wabah penyakit disebut “ngerebeg” sebuah memainkan okokan mengelilingi desa.
Sayangnya, kondisi catnya sudah memudar, sehingga perlu penyempurnaan dan memerlukan pemeliharaan lanjutan. Sebab, umurnya sudah tua, serta intensitas kegiatan cukup tinggi. “Kami merasa perlu tindakan untuk melakukan perbaikan terutama dalam mengembalikan visual ornamen okokan yang sudah mulai meredup,” paparnya.
Apalagi, para pendukung kesenian ini, masih mengandalkan pertanian sebagai sumber kehidupan utama. “Kami memilih Kelompok Seni Okokan “Omelan I Kayu Bolong” menjadi mitra dalam usulan pengabdian ISI Denpasar kali ini. Kegiatan PKM ini sumber Pendanaan dari hibah Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) tahun 2024,” ujar Prof. Swandi.

Dalam PKM ini, melibatkan mahasiswa ISI Denpasar karena terkait dengan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Keterlibatan mahasiswa ini, untuk dapat memberikan mereka kesempatan untuk belajar di luar kampus, dan menjadi kesempatan untuk menambah pengetahuan pemecahan kasus (case method dan project base) yang signifikan.
PKM ini melibatkan keilmuan Desain Komunikasi Visual, terkait budaya visual dan desain merchandise, dan seni kriya untuk peningkatan kualitas visual. “Dalam PKM ini, kami berupaya mengatasi dua jenis permasalahan yang dihadapi, yakni upaya peningkatan kualitas visual alat musik, dan menumbuhkan kemampuan kreatif para pelaku,” ucapnya.
Dengan begitu, para pelaku dapat membiayai upaya pelestariannya tersebut secara mandiri, dan membawa citra (image) desa sebagai pelestari kesenian langka. “Pertama, kami meredesain ornamen visual pada alat musik Okokan yang kondisi existing terlihat kurang estetik. Penerapan teknik sigar (gradasi) untuk menjadikan desain lebih estetik,” imbuhnya.
Termasuk menghasilkan desain merchandise, sehingga dapat dijual. Upaya ini menumbuhkan kemampuan kreatif para pelaku agar dapat membiayai upaya pelestariannya secara mandiri. “Hasil penjualan nantinya dapat digunakan sebagai modal perawatan alat musik ataupun pengadaan seragam komunitas yang lebih tematik. Kami berharap konsep ini mampu menumbuhkan upaya pelestarian kesenian langka yang berkelanjutan secara mandiri,” sebutnya.

Karena itu, Tim PKM melakukan rekonstruksi alat musik Okokan dengan melakukan pengecatan ulang pada dasarnya, kemudian memberikan ornamen kembali sesuai objek ornamen sebelumnya dengan teknik sigar, namun dibuat lebih detail tanpa menghilangkan unsur lamanya. “Jumlah alat musik Okokan yang direkonstruksi berjumlah total 30 buah,” imbuhnya.
Okokan dibuat dalam bentuk miniatur yang dapat dijadikan souvenir atau merchandise kepada wisatawan yang berkunjung ke wilayah Desa Kukuh Kerambitan. “Kami menawarkan solusi untuk membuat okokan dalam versi mini sebagai benda oleh-oleh,” tegasnya.
Souvenir okokan ditargetkan berjumlah 30 buah dari 3 varian ukuran dan ilustrasi ornamennya. Merchandise yang ditargetkan adalah 5 jenis varian dari identitas visual Okokan berdasarkan ukuran dan jenis ornamen yang diterapkan. “Masing-masing varian menghasilkan 6 buah sampel yang siap sebagai percontohan untuk dapat diproduksi secara massal,” imbuhnya.
Proses pewarnaan Okokan ini disebut dengan istilah “ngodakin”, sebagai tahap pewarnaan ulang. Mulai dari pemberian warna dasar, pemberian warna pengawak, pemberian warna dradasi, lalu tahap nyawi dan manyu selanjutnya prada penggunaan warna emas sesuai karakter dan tingkatan topeng yang dibuat. Untuk kepentingan masyarakat umum sebagai souvenir. “Alat musik okokan sebagai souvenir dibuat menarik dan memiliki kekhasan.
Prof. Dr. Drs. I Wayan Swandi, M.Si, yang memiliki kepakaran dibidang Budaya Visual yang berfokus pada Estetika Visual menerjemahkan konsep desain merchandise dalam konteks kekinian. Prof. Dr. Drs. I Wayan Mudra, M.Sn yang memiliki kepakaran di bidang Kriya Produk berfokus pada penyelesaian rekonstruksi alat musik Tari Okokan dan ilustrasi ornament.
Sedangkan Dr. I Nyoman Larry Julianto, S.Sn., M.Ds memiliki kepakaran di bidang Desain berfokus pada Visual Branding dan Interaksi Visual, sehingga mampu menerjemahkan konsep desain merchandise dalam konteks kekinian berbasis identitas visual Tari Okokan Desa Kukuh Kerambitan.
Ketua Kelompok Seni Okokan “Omelan I Kayu Bolong”, I Wayan Arshana menyebutkan beberapa hal menjadi permasalahan kesenian okokan yang dilestarikannya. Perlunya penyempurnaan terkait dengan keberadaan seni okokan ini.
“Okokan ini memerlukan pemeliharaan lanjutan, karena keberadaannya sudah lama serta intensitas kegiatan yang diikuti melibatkan okokan cukup tinggi. Saat ini diperlukan tindakan untuk melakukan perbaikan terutama dalam mengembalikan visual ornamen okokan yang sudah mulai meredup dan lapisan catnya juga mulai mengelupas,” paparnya.
Wisata Desa Kerambitan ditunjang oleh keberadaan Puri Agung Kerambitan yang dikelola sebagai destinasi wisata yang unik. Keberadaan wisata ini membuat kesenian okokan ini sering dipentaskan dan mendapat imbalan dari kegiatan tersebut. “Eksistensi wisata ini berdampak positif terhadap kesenian okokan,” ucapnya. [B/darma]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali