Yayasan Walter Spies, Ubud Diverifikasi untuk Menerima Kerthi Buwana Sandi Nugraha
Yayasan Walter Spies, Ubud, Gianyar akan menerima penghargaan Kerthi Buwana Sandi Nugraha dari Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Penghargaan itu diberikan karena yayasan ini berperan besar dalam menjaga, mengembangkan kesenian Bali.
Karena itu, tim Bali Kerthi Buwana Sandhi Nugraha yang terdiri dari Prof. Dr.Made Bandem, Prof. Dr. I Wayan Dibia dan I Gde Nala Antara mengunjungi langsung Yayasan Walter Spies yang berada di Musuem Arma untuk melakukan verifikasi.
Pemilik Museum Arma A.Agung Gde Rai mengatakan, terkait penghargaan sesungguhnya dirinya tidak memikirkan hal tersebut. Tetapi, kalau melihat keberadaan lembaga ini memang wajar menerima penghargaan.
Walter Spies memiliki peran luar biasa terhadap perkembangan kesenian Bali di luar negeri, sehingga namanya mesti bisa diabadikan sebagai nama jalan. Walter Spies memiliki peran penting menjadikan Ubud, Bali terkenal di dunia.
“Walter Spies lebih terkenal di Bali ketimbang di Jerman, karena dia kecil dan menetap hingga meninggal di Bali. Ini menarik banyak wisatawan yang penasaran terhadap keberadaan Walter Spies yang bisa tinggal di Bali saat itu,” ucap Agung Rai.
Menurut Agung Rai, Bali dan Walter Spies itu saling membutuhkan. Walter Spies untuk Bali, dan Bali juga untuk walter spies dalam hal pemasaran, pelestarian dan pengamanan seni dalam hal kontribusi ekonomi kreatif yang luar biasa.
Itulah ide-ide Walter Spies dalam memperkenalkan kesenian Bali di laur negeri. Bali butuh promotor yang memposmosika Bali. Sebab, sehebat apapun budaya Bali dan alamnya, kalau tidak dipromosikan oleh Walter Spies dan kawannya, maka tak akan dikenal seperti saat ini.
Walter Spies sebagai marketing yang luar biasa, melalui tulisan, karya seni yang kemudian dipelajari oleh orang seluruh dunia. Ada yang berbentuk film, maka wajiab mendalami dan mengapresiai kontribusi Walter Spies terhadap Bali ini.
Begitu sebaliknya, Walter Spies tanpa Vali tak akan menjadi hebat. Di Bali inilah ide idenya lahir hingga muncul kejeniusannya. Balilah yang yang membesarkan Walter Spies. Dia memasarkan Bali ke dunia internasional melalui pendidikan, tulisan di media luar negeri.
Termasuk teman-temannya yang antropologi, sosiologi, seniman, pemain drama, penulis dan lainnya. “Untuk meneruskan Walters Spies ini adalah tugas Museum Arma, melalui edukasi. Maka yang perlu kita jaga adalah spiritnya,” ucapnya.
Museum Arma memiliki koleksi satu-satunya karya Walter Spies di Bali. Karya lukisan berjudul “Calonarang” merupakan karya Walter Spies saat ia melukis mendemontrasikan lukisanya didepan pelukis Ubud.
“Dia mempertemukan lukisan gaya barat, disaksikan oleh seniman seperti A.A Sobrat, Mregeg, yang saat iru mengundang seniman Padangtegal. Karyanya Walter Spies sangat langka sangat sedikit, karena dia melukis satu karya saja dalam satu tahun,” ujar Gung Rai.
Karena peran Walter Spies lebih besar mengantar peneliti, berkeliling Bali, sehingga Walter Spies boleh dikatakan sebagai promotor Bali. Dua tahun kemudian setelah melukis baru menetap di Ubud hingga dia meninggal di Bali.
Prof. I Made Bandem mengungkapkan dalam kesempatan ini Tim Disbud Bali melakukan verifikasi serangkaian pemberian Penghargaan Kerthi Buwana Sandi Nugraha kepada tokoh besar yang berjasa mengembangkan kebudayaan Bali.
Salah satunya Yayasan Walter Spies yang mengoleksi karya asli Walter Spies satu satunya di Bali (1933) ada di Museum Arma, Ubud. Walter Spies sejak tahun 1930 an-1940an sudah berperan besar mengembangkan kebudayaan Bali.
“Penghargaan ini bermula sejak setahun lalu, dimana saat itu Pj.Gubernur Bali berkunjung ke Ubud dan bertanya kepada sejumlah tokoh di Ubud siapa tokoh luar negeri yang ikut berjasa mengembangkan kesenian Bali. Nah, kebetulan ada di Ubud salah satunya tokoh Walter Spies,” ujar Prof. Bandem.
Dipilihnya Walter Spies karena banyak peranya dalam membina mengembangkan kesenian Bali. Kalau bicara Kecak, Walter Spies inilah yang tampil mengagungkan mementaskan kecak untuk kepentingan wisatawan.
Walter Spies peranya sangat besar ketika membuat film berjudul “Insel Del Damonem“ atau Bali Pulau Hantu tahun 1931 dan diluncurkan tahun 1933. Film yang digarap Walter Space itu bercerita tentang kesenian Bali, diantaranya memisahkan antara tari kecak dan sanghyang.
Ketika 1925 Walter Spies pertama berkunjung ke Ubud. Ia disuguhkan tarian Sanghyang yang diiringi tarian Kecak. Ketika membuat film, Walter Spies memisahkan antara yang sakral dan profane. “Ini ide sangat brilian tidak mau kesenian Bali desakralisasikan,” uangkapnya.
Artinya, Tari Sanghyang dan Tari Kecak tidak lagi disajikan bersama-sama, sehingga sejak itu Tari Kecak disajikan tanpa mengiringi Sanghyang untuk sajian wisatawan.
Walter Spies seorang pelukis banyak memberikan masukan kepada pelukis tradisional di Ubud. Terutama dalam hal perspektif. Ia juga memperkenalkan kanvas, warna, teknik, media, seperti gaya Barat.
Walter Spies ikut mendirikan Pita Maha, sebuah yayasan yang lahir dengan aliran pemikiran untuk peningkatan kualitas seni, seperti seni lukis, seni patung di Bali. Karena saat itu, banyak karya seni Bali sudah diboyong oleh wisatawan ke luar negeri.
Prof. Bandem mengatakan karena secara ketokohan Walter Spies pernah diberikan Anugerah Dharma Kusuma, namun karena kehilangan data akhirnya tidak jadi. Akhirnya, disepakati diberikan kepada Yayasan Walter Spies yang didirikan 1991 oleh Dr. A.A Made Djelantik.
Saat itu, pada 1990an dibantu STSI Denpasar selama 10 tahun, yayasan ini rutin menggelar Festival Walter Spies. Mulai dari Festival Gambuh, Legong, Arja, Gambang, sehingga seni pertunjukan itu berkembang karena peran Walter Spies.
Di samping sebagai pelukis yang hebat, Walter Spies juga membangun dan membangkitkan seni pertunjukan. Yayasan Walter Spies ada di Bali, di Belanda dan di Jerman. Selain Yayasan Walter Spies, tim ini akan memverifikasi Yayasan Dwijendra dan Museum Bali (Le Mayeur). [B/*/darma]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali