Dua Sekaa Jegog ‘Mebarung’ di PKB XLVI: Ajang Memperkenalkan Kesenian Khas Jembrana
Dua barungan gamelam Jegog tengah parkir di Kalangan Madya Mandala, Taman Budaya Provinsi Bali, Jumat 5 Juli 2024. Itu karena memang, jadwal rekasadana (pergelaran) terkait perhelatan Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVI tahun 2024 belum dimulai. Maka, hanya alat musik gamelan tradisional itu saja yang menghiasi panggung itu.
Walau demikian, masyarakat pecinta seni yang hadir merasa penasaran dengan alat gamelan khas Bali Barat itu. Maka, tak sedikit orang tua yang mengajak anak-anaknya untuk melihat jenis gamelan berbahan bamboo petung itu. Berbagai cerita pun lahir dari mulut para orang tua yang menjelaskan salah satu kesenian itu kepada anaknya.
Dua perangkat gambelan jegog ditaruh pada satu areal sebelah kanan panggung dan sebelah kirin panggung. Biasanya, masing-masing sekaa Jegog ini membawa penabuh 21 orang. Nah, setelah MC mengumumkan pergelaran dimulai, para penabuh gamelan Jegog mulai menabuh. Suaranya yang menggelegar, terkadang sangat merdu dan menawan hati.
Pergelaran Jegog Mebarung ini kemudian menjadi perhatian pengunjung PKB XLVI. Yayasan Jegog, Sekaa Jegog Tingklik Seiko Niti Suara Kelurahan Tegalcangkring Kecamatan Mendoyo “mebarung” dengan Seni Jegog Tingklik Sandi Suara, Desa Berangbang, Kecamatan Negara. Kedua seka ini merupakan Duta Kabupaten Jembrana.
Masing-masing sekaa jegog ini menampilkan tiga sajian seni, terdiri dari 2 tabuh yakni tabuh kreasi dan tabuh truntungan kreasi serta sebuah sajian seni tari yang juga tergolong baru. Mereka memainkan gamelan Jegog secara bergilirian. Satu hal yang membuat penonton bersorak, ketika Sekaa Jegog Tingklik Seiko menampilkan celetukan-celetukan bernuansa Jepang.
Kedua sekaa Jegog ini tampil dengan gaya yang sangat atraktif. Meski kedua grup Jegog ini berasal dari satu daerah, tetapi kentara sekali kalau masing-masing memiliki gengsi. Mereka, menyajikan seni pertunjukan yang apik dan menarik. Masing-masing tentu menampilkan keunggulan mereka yang memang beda-beda tipis.
Sebut saja, mulai dari permainan yang memikat, teknik, dan gaya serta ekspresi mengundang decak kagum penonton. Kotekan, jegogan dan bilah gamelan lainnya dimainkan dengan riang gembira, sehingga menghasilkan suara yang “ngelangenin”, sangat indah menawan hati, seakan tak berpikir untuk meninggalkan pergelaran itu.
Koordinator Sekaa Jegog Tingklik Seiko Niti Suara, Komang Oka mengatakan, pihaknya membawa tiga materi, yakni Tanuh Trungtungan Kreasi berjudul “Kulkul Banjar”, Tari Natha Sandhi, dan Tabuh Petegak Klasik “Gebyar Endeng”.
Tabuh Trungtungan itu telah digarap oleh Wayan Gama Astawa. Sementara Tari Nata Sandhi digarap oleh I Made Arya Maharasa pada 2023dan I Nyoman Sutama sebagai penggarap karawitannya. Sementara Tabuh Petegak Klasik dengan judul Tabuh Petegak Klasik “Gebyar Endeng digarap oleh Kadek Ardana lalu di populerkan ole I Wayan Gama Astawa.
Dalam pergelaran kali ini, pihaknya menampilkan kreasi-kreasi yang baru dan jarang didengar penggemar jegog. “Tampil saat ini, kami membuat terobosan karena ingin membuat aura jegog lebih hidup dari pakem yang sudah ada. Maka kami sajikan dengan tekhnik yang lebih enerjik,” ucap Komang Oka.
Koordinator Seni Jegog Tingklik Sandi Suara, I Ketut Harmoni Artawijaya mengatakan, pihaknya membawa tiga materi dalam mebarung kali ini. Dengan didukung 21 penabuh dan 3 orang penari itu, mereka menampilkan sajian seni yang menarik. Ketiga tabuh itu diciptakan oleh I Komang Diki Putra Sentana.
Pertama membawa tabuh kreasi “Berambang Murti”, kedua Tari Putri Bambu, lalu Tabuh Teruntungan “Paras Rubuh”. “Tabuh Berambang Murti menceritakan tentang pura kerajaan kahyangan jagat agung di desa berambang. Ada sebuah nama bernama I Gusti Ngurah Berambang Murti,” ucapnya.
Nah, untuk perkembangan kesenian Jegog hingga penggenerasiannya, kedua coordinator kesenian Jegog ini mengaku sangat baik. Penggenerasian telah dilakukan sejak lama oleh para leluhur, sehingga memiliki pewaris hingga saat ini. Kesadatan anak-anak muda untuk menggeluti kesenia daerahnya telah bangkit.
Komang Oka mengatakan, penggenerasian kesenian jegog sangat bagus dan terus bermunculan yang baru. Di yayasan Jegog ini yang telah berkecimpung 3 tahun telah membentuk sekaa generasi muda setingkat SD, SMP dan SMA. Mereka merupakan generasi Jegog yang sangat potensial. “Masalah generasi, kami memiliki banyak anak muda yang kreatif,” ujarnya.
Hanya saja, lanjut Komang Oka, masalah yang ada itu justru di bagian bahan berupa bambu petung yang kini mulai langka. Pada saat ini, bahan bambu susah mendapatkannya. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jembrana mulai memprogramkan penanaman bambu jenis petung. “Bambu Petung itu mesti berdiameter besar, panjang, dan bilahnya keras,” jelasnya.
Selama ini, bahan bambu didatangkan dari daerah Gianyar dan Penebel, Tabanan. Karena itu, dirinya berharap bambu yang ditanam Pemkab Jembrana itu segera tumbuh bagus, sehingga gampang mendapatkan bahan Jegog. Karena kalau melakukan pentas mebarung, akan lebih banyak memerlukan stok bambu.
Hal sedana dikatakan Ketut Harmoni, bahwa penglingsir sejak dulu, sudah kesulitan mendapatkan bahan bambu. “Sekarang ada generasi penerus. Hanya saja, bahan Jegog yang agak sulit. Apalagi, kalau pentas mebarung. Maka sering memecahkan bilah bamboo, sehingga perlu stok banyak,” paparnya.
Kedua coordinator Jegog ini kemudian sepakat, untuk memberikan ruang kepada sekaa sekaa Jegong tampil, sebagai upaya pelestarian kesenian khas Jembrana ini. Pemerintah, baik di tingkat Kabupaten atau Provinsi diharapkan membuat program berupa najang seni yang berkalanjutan. Artinya, bukan hanya di PKB saja, tetapi juga even lain yang bisa mementaskan Jegog. [B/darma]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali