Susiawan Pamerkan ‘Bridges of Light’, Tentang Perjalanan Melalui Lukisan Intuitif dan Wayang di Sudakara ArtSpace Sanur

 Susiawan Pamerkan ‘Bridges of Light’, Tentang Perjalanan Melalui Lukisan Intuitif dan Wayang di Sudakara ArtSpace Sanur

Susiawan Pamerkan ‘Bridges of Light’ di Sudakara ArtSpace Sanur/Foto: doc.balihbalihan

Sudakara ArtSpace yang berada di Sudamala Resort Sanur, Bali, kali ini memamerkan karya seni seniman terkemuka Susiawan. Pameran seni bertajuk “Bridges of Light” menampilkan karya-karya mendalam dan intuitif dari seniman asal Solo, Jawa Tengah itu.

Pameran dimulai pada, Jumat 27 Desember 2024 yang ditandai dengan pembukaan pintu Sudakara ArtSpace secara bersama-sama oleh Susiawan, Susan Allen dan Direktur Komersil Sudamala Resorts, I Wayan Suwastana. Pameran akan berlangsung hingga 5 Pebruari 2025.

“Pameran “Bridges of Light” ini merupakan pameran yang keempat di penghujung tahun 2024, yang sekaligus untuk menyambut Natal dan Tahun Baru,” kata Direktur Komersil Sudamala Resorts Sanur, I Wayan Suwastana disela-sela pembukaan pameran itu.

Pembukaan pameran Bridges of Light sangat menarik. Walau itu acara pameran seni rupa, namun yang disajikan bukan hanya seni lukisan dan patung kreatif, tetapi ada seni tari, musik dan sastra yang dibalut menjadi sebuah pertunjukan seni yang komplek.

Baca Juga:  Tampil di PKB, Tiga Gong Kebyar Duta Kota Denpasar Puncaki Mebarung dengan ‘Amertaning Wimala Bhuana’

Ketika pintu Sudakara ArtSpace dibuka, seorang penari memakai busana bernuansa putih menari penuh imajinasi dalam mengeksplor pemahaman Sang Perupa tentang “Kanda Pat”, empat saudara spiritual yang membimbing dan melindungi manusia sepanjang hidupnya.

Susiawan Pamerkan ‘Bridges of Light’ di Sudakara ArtSpace Sanur/Foto: doc.balihbalihan

Penari itu adalah Komang Adi Pranata, tampil bersama Yogi Meduri sebagai pemusik yang mengiringi tari kontemporer verdurasi sekitrar 3 menit itu. Yogi mengeksplor gerak penari dengan memggunkan musik djembe dan Didgeridoo (atau didjeridu) alat musik dari Australia.

Komang mengolah tubuhnya dengan gerak-gerak penuh symbol yang mengambarkan empat saudara manusia, Getih (darah), Lamas (lemak kulit/tali pusar), Yeh nyom (air ketuban), Ari-ari (plasenta) yang selalu memiliki keterhubungan dalam eksistensi manusia.

Gambaran itu semakin jelas, karena didukung dengan peoperty yang ada di areal stage, seperti guwungan (keranjang) ayam jantan, patung bayi dengan sesajennya, dan benda yang menyerupai ari-ari yang selalu direspon sang penari.

Baca Juga:  Awal Berkembangnya Legong di Peliatan

Setelah, Komang mengganti tapel (topeng) dengan yang lebih halus, tiba-tiba tembang tradisional dikumandangkan oleh seorang wanita belia dengan vocal yang dalam. Tembang itu kemudian menuntun seorang dalang wanita, Susan Hellen memainkan wayang.

Susiawan Pamerkan ‘Bridges of Light’ di Sudakara ArtSpace Sanur/Foto: doc.balihbalihan

Wayang yang dimainkan itu menampilkan tokoh yang ada dalam kehidupan sekarang, baik itu hewan, manusia hingga kehidupan alam lainnya. Menariknya, wayang itu terbuat dari kertas daur ulang, sehingga bisa dikatakan wayang ramah lingkungan.

Sementara lukisan karya Susiawan yang berbaris rapi di dinding, seolah menjadi latar dari pertunjukan seni itu. Walau demikian, bukan berarti tidak ada hubungannya. Justru, itu sangat terkait, karena pertunjukan tari dan wayang itu menegaskan makna yang ada dalam pameran itu.

Dalam karya-karyanya, Susiawan bertumpu pada tradisi spiritual Nusantara, terutama budaya Jawa dan Bali, menggali pemahaman tentang “Kanda Pat”, empat saudara spiritual yang membimbing dan melindungi manusia sepanjang hidup, dari kelahiran hingga kematian.

Baca Juga:  Belajar Seni Kekebyaran Karya Maestro I Wayan Rindi di PKB XLVI

Suwastana mengatakan, pameran “Bridges of Light” ini sebagai bukti Sudamala Resorts Sanur peduli dengan seniman local, sehingga menyediakan wadah bagi mereka untuk berpameran. Hal ini juga menjadi ajang bertemuanya para seniman dan masyarakat seni untuk berbicara seni.

Karena itu, setiap pameran pihaknya mengundang para pecinta seni untuk mengapresiasi, setiap pameran di ArtSpace Sanur. “Termasuk mengundang para kolektor dengan harapan ada dampak ekonomi bagi seniman yang berpameran,” jelasnya.

Sementara Direktur Sudamala Resort, Putu Suasta mengatakan, pameran ini lebih kepada acara kumpul-kumpul. ArtSpace Sanur ini sebagai tempat bagi kalangan seniman di Pojok Sanur, selain di Griya Santrian, Maya Sanur, Artotel, dan lainnya.

“Karya lukis ini sangat bagus untuk di daerah Sanur. Maka datangkah berramai-ramai kalau ada acara pemeran lukisan, karena ini menjadi tempat ‘mesliahan’ dan tukar pikiran, khususnya tentang seni rupa dan seni lainnya,” paparnya.

Baca Juga:  Ni Wayan Murdi, Pemeran Mantri Manis Sejak Tahun 80-an Berpulang.

Karena itu, haleri ini telah menyelenggarakan berbagai pameran, lokakarya, dan acara penting selama bertahun-tahun, memperkuat perannya sebagai pusat inovasi seni. Ini sejalan dengan komitmen Sudamala Resorts terhadap pelestarian budaya, keberlanjutan, dan keterlibatan komunitas.

Susan Allen, istri Susiawan memaparkan, pameran “Bridges of Light” ini menjadi sebuah cara merayakan lebih dari empat dekade eksplorasi kreatif, mencakup keinginan seniman dalam melukis intuitif dan permainan bayangan.

Susiawan telah menghabiskan hidupnya untuk memadukan seni dengan pendidikan, khususnya dalam mendorong kreativitas pada anak-anak, terutama dari latar belakang kurang mampu. Ia memiliki komitmen mengajarkan ilmu pengetahuan melalui seni.

“Karya-karyanya merupakan manifestasi dari misi menghubungkan seni, budaya, dan lingkungan dengan cara yang intim,” papar Susan Allen, pendamping Susiawam dalam setiap berkarya.

Baca Juga:  Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A. Etnomusikolog dan Mantan Rektor yang Pernah Jadi Pedagang Pisang Goreng

Menurutnya, melalui lukisan intuitifnya, Susiawan menyalurkan energi kuat dari konsep kuno ini, menciptakan karyakarya visual yang mencerminkan kedalaman spiritual dan keterhubungan dalam perjalanan eksistensi manusia.

“Pameran ini juga menyoroti keterlibatan mendalam Susiawan dengan seni tradisional wayang kulit, yang telah dikenal luas oleh masyarakat dari berbagai budaya dan benua. Wayang kulit, sebagai bentuk seni yang memadukan cahaya dan bayangan,” imbuhnya.

Wayang menyampaikan cerita-cerita penuh kebijaksanaan, pengajaran, dan refleksi. “Sebagai seni komunal, wayang kulit mengingatkan semua orang, meski menghadapi kesulitan, cahaya harapan selalu ada, membimbing kita keluar dari kegelapan menuju transformasi,” imbuhnya.

Maka itu, pameran Bridges of Light menjanjikan pengalaman transformatif yang mendorong dialog, kreativitas, dan refleksi, mengundang para pengunjung untuk menemukan cahaya batin mereka sendiri, dengan cerita-cerita penuh etika dan kejujuran. [B/darma]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post