Perayaan 50 Tahun Lukisan Sri Chinmoy untuk Kedamaian dan Keharmonisan Dunia di ARMA Museum

Perayaan 50 tahun lukisan Sri Chinmoy untuk kedamaian dan keharmonisan dunia di ARMA/Foto: doc.balihbalihan
Sore hari, di Lobi Agung Rai Museum of Art (ARMA) suasana begitu ramai. Wisatawan asing yang konon dari berbagai negara itu tengah menikmati karya lukis yang dipajang di sisi kanan dan kiri lobi. Karya lukis itu menawarkan warna sederhana, tulus dan memancarkan kedamian.
Setelah, nada slonding dimainkan, rombongan bule itu menuju dan berkumpul di halaman museum tengah menyaksikan Tari Panyembrana, sebuah tarian penyambutan tradisional Bali. Kilatan kamera hand pone, tak henti-hentinya bersinar mengabadikan momen menarik itu.
Itulah Pameran Perayaan 50 Tahun Lukisan Sri Chinmoy untuk Kedamian dan Keharmonisan Dunia di Museum ARMA, Kamis 30 Januari 2025. Acara ini dimeriahkan paduan suara anak-anak Bina Vokalia Denpasar membawa beberapa lagu Sri Chinmoy untuk kedamaian dan seni.

Direktur Yayasan Seni Jharna-Kala, Ranjana K. Ghose yang juga menjadi salah satu panitia memaparkan, karya lukis Sri Shinmoy dipamerkan di Museum ARMA didatangkan secara khusus, dan dipajang untuk kedamaian dan keharmonisan dunia.
Pameran ini, sekaligus sebagai bentuk perayaan 50 tahun sejak Sri Shinmoy mulai berkarya. Kali ini menampilkan lebih dari selusin lukisan akrilik abstrak yang disajikan untuk pertama kalinya di Bali. Karya seni Sri Chinmoy dikenal sebagai “Jharna-Kala” atau Air Mancur Kesenian.
Lukisan yang dipamerkan ini dikurasi oleh Ranjana. Karya lukisan yang khas itu merupakan bagian dari ribuan lukisan yang dibuat oleh Sri Chinmoy, yang seorang seniman, penyair, komposer musisi aktif dalam bidang kemanusiaan dan guru spiritual.
“Sri Chinmoy sering menyalurkan inspirasi dan meditasi ke dalam banyak cara kreatif. Sebagai bagian dari usaha-usaha untuk kedamaian, Sri Chinmoy kelahiran India telah mengunjungi Bali sebanyak 4 kali dalam kurun waktu 20 tahun,” kata Ranjana.
Pada kunjungan itu, Sri Chinmoy memperoleh penghargaan atas pengabdiannya dalam berbagai kesempatan. Sri Chinmoy memiliki kecintaan yang mendalam atas spiritualitas budaya Bali. Pada saat itu menerima “Heart of Bali Peace Award” dari Universitas Udayana, Januari 2001.
“Saat itu, Sri Chinmoy menyampaikan, saya tunduk pada hati Bali, bagi saya Bali berarti kesecian, Bali berarti kemurnian, Bali berarti pengabdian diri, Bali berarti kesadaran penuh akan kebenaran universal dan kedamaian universal,” jelas Ranjana.

Pada acara tersebut juga diisi dengan penyerahan penghargaan Sri Chinmoy Culture-Light Award dari Yayasaan Seni Jharna-Kala kepada Prof. Dr, I Wayan Dibia, Professor Emeritus Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
Penghagraan itu diberikan kepada Prof. Dibia atas prestasinya sebagai seorang penari, koreografer dan sarjana seni dan seni Bali, termasuk tulisannya tentang Taksu. Ptof. Dibia telah benyak melahirkan karya seni yang kini berkembang di masyarakat Bali, bahkan dunia.
“Pengharnaan ini diberikan kepada mereka yang membawa cahaya ke dalam pikiran manusia melalui budaya, musik, seni, sastra dan kenegarawanan melalui percikan kreatif untuk melayani kemanusiaan yang terus berkembang,” papar Ranjana serius.
Ranjana menambahkan, sejak penghargaan ini didirikan pada tahun 2012, penerima penghargaan terhormat termasuk negarawan, seerti Presiden Mikhail Gorbachev dan Perdana Menteri Xanana Gusmao dari Timur Laste.
Termasuk pemimpin agama, seperti Uskup Agung Desmond Tutu, musisi seperti L. Subramaniam dan Philip Glass, pemangku budaya, seperti pangeran Dipokusumo dan Putri Febri dari Surakarta dan pemangku kesenian seperti Agung Rai.
Acara itu juga menampilkan doa perdamaian dengan mengusung obor kedamaian yang dibawa oleh Sri Chinmoy Oneness-Home Peace Run dan diikuti lebih dari 160 negara di seluruh dunia. Peserta berjalan berkeliling sebanyak tiga kali selanjutnya berdoa dengan sarana banten Bali.

Prof. Dr. I Wayan Dibia mengaku, senang mendapat satu kehormatan dari Yayasaan Seni Jharna-Kala yang memberikan penghargaan sangat special. “Yayasan ini memberikan pertimbangan apa yang saya lakukan, sehingga sore ini mendapat Sri Chinmoy Culture-Light Award,” ucapnya.
Banyak tulisan Sri Chinmoy yang menginspirasinya, khususnya tentang kedamaian. “Itulah yang menjadi salah satu pegangan saya juga,” ucap Prof. Dibia.
Menurut Prof. Dibia, seni itu tentang kedamaian dan keharmonisan. Kalau orang bermain gamelan di Bali, itu bukan pemer kekuatan individu, tetapi keharmonisan dalam bermain bersama-sama menyatukan rasa, pikiran, jiwa dan sangat penting didalam aktivitas.
Di Bali, prinsip berkesenian itu adalah menjaga keharmonisan dan kebersamaan. Apapun, yang dibuat prinsipnya adalah kebersamaan. “Ini perlu dijaga secara terus menerus, supaya seni tak hanya untuk kepentingan estetik dan artistik, tetapi menjadi kunci perekatan hubungan masyarakat damai dan hamoni,” ungkapnya.
Owner ARMA, Agung Rai mengatakan, karya-karya lukis Sri Chinmoy ini banyak yang terinspirasi dari Bali, terutama warnanya. Hal itu mencerminkan kesederhanaan, kejujuran, dan kedamaian.
Pesan kedamian dan harmoni yang disampaikan dalam karya lukis itu sangat tepat dengan situasi di jaman sekarang ini. Spirit itu sangat penting. “Karya lukisan itu menggunakan media kertas, tetapi isinya sangat luas biasa, karya sastranya,” sebutnya.
Acara lain, festival kedamaian Satu Bumi akan diselenggakan kerjasama Peace Run dan Rotary pada 1 Pebruari di lapangan Niti Mandala Renon mulai pukul 9-12. Aksi kedamaian, lebih dari 300 peserta visi kesenian Sri Chinmoy mengunjungi Bali hingga tanggal 11 Pebruari.
Lalu, untuk kelas meditasi gratis akan dipersembahkan di hotel Amaris Denpasar 11 dan 13 Pebruari mulai pukul 19.00 – 12.00 Wita. “Rombongan yang datang ke Bali berasal dari 40 negara untuk mengapresiasi kebudayaan Bali dan bahu-membahu membangun dan olahraga,” lanjutnya. [B/puspa]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali